Surat Terbuka Hana Hikoyabi, Anggota MRP Terpilih dari Unsur Perempuan
Terpilih secara demokratis sebagai anggota MRP unsur perempuan dari Dapil I, ditetapkan melalui SK Bupati dan SK Gubernur, ditolak oleh Mendagri dengan alasan layaknya seorang yang melakukan tindak pidana yang belum terbukti secara hukum, lewat surat terbukanya ini Hana Hikoyabi menggugat Alasan Mendagri menolak pelantikan keanggotaan saya di MRP sangat tidak beralasan, karena seluruh proses dan prosedur pemilihan sudah saya ikuti. Persyaratan-persyaratan dari polisi dan Pengadilan sudah saya penuhi. Saya terpilih secara demokratis mewakili Daerah Pemilihan I yang meliputi Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura, yang ditetapkan oleh Keputusan Bupati Jayapura Nomor : 2 Tahun 2011 tentang Penetapan Anggota Majelis Rakyat Papua Terpilih Periode 2010-2015 di Wilayah Pemilihan I. Bahkan Gubernur Papua telah membuat Keputusan Gubernur Nomor : 27 Tahun 2011 tentang Penetapan Anggota Majelis Rakyat Papua Terpilih Periode 2011-2016, sesuai dengan penetapan Keputusan Gubernur Papua tersebut, saya ditetapkan sebagai anggota MRP terpilih periode 2011-2016 dengan nomor urut 15 dari unsur perempuan Provinsi Papua.
Ternyata berdasarkan informasi yang saya peroleh dari Sekretaris MRP pada tanggal 7 April 2011, saya termasuk salah satu calon anggota MRP yang tidak dapat disahkan keanggotaannya karena tidak memenuhi persyaratan, seperti tertulis dalam Surat Mendagri Nomor : 161/1235/SJ, perihal Pengesahan dan Pelantikan Anggota MRP Masa Jabatan Tahun 2011-2016.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor : 64 Tahun 2008, calon yang tidak dapat pengesahan dari Mendagri diberi kesempatan untuk mengajukan klarifikasi, dan itu sudah saya lakukan tanggal 18 April 2011. Saya telah menyerahkan surat klarifikasi kepada Bpk Djohermansyah Djohan Dirjen Otonomi Daerah mewakili Mendagri.
Dalam surat itu saya mengajukan keberatan atas Keputusan Menteri Dalam Negeri dalam beberapa point sebagai berikut : (1) Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 161/1235/SJ, perihal Pengesahan dan Pelantikan Anggota MRP Masa Jabatan Tahun 2011-2016, pada angka 2 dinyatakan bahwa “berdasarkan hasil verifikasi dan penelitian dimaksud pada angka 1 di atas, terdapat 2 (dua) orang calon anggota MRP, yaitu a.n Drs. Agus Alue Alua, M.Th dan Dra. Hana Salomina Hikoyabi yang belum dapat disahkan karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Pasal 4 huruf c, d dan h, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua.
Point (2) Bahwa alasan penolakan saya sebagai Anggota MRP, menurut surat MENDAGRI tersebut di atas karena saya tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan Pasal 4 huruf c, d dan h Peraturan Pemerintah Nomor : 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua. Ketentuan Pasal 4 huruf c, d dan h Peraturan Pemerintah Nomor : 54 Tahun 2004 tersebut secara jelasnya berbunyi sebagai berikut : huruf (c). Setia dan taat kepada Pancasila dan memiliki komitmen yang kuat untuk mengamalkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”, huruf (d) Setia dan taat kepada UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah yang sah”, huruf (h) Memiliki keteladanan moral dan menjadi panutan masyarakat”.
Point (3) Bahwa menyimak dengan seksama ketentuan Pasal 4 huruf c, d dan h tersebut di atas, maka sesungguhnya ketentuan-ketentuan tersebut bersifat normatif ideal dan mempunyai daya ikat hukum yang sangat kuat.
Dan perbuatan yang diformulasikan dalam ketentuan tersebut secara hukum memang dapat dikategorikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan sanksi.
Akan tetapi untuk menerapkan ketentuan-ketentuan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum, dan asas-asas hukum yang dianut dalam hukum administrasi negara maupun hukum pidana, seharusnya dibuktikan melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum yang mengikat.
Point (4) bahwa ketentuan Pasal 4 huruf m, Peraturan Pemerintah Nomor : 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2008 tentang Perubahan PP 54 Tahun 2004 tentang MRP menegaskan sebagai berikut : “Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindakan pindana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih”.
Point (5) Seharusnya ketentuan Pasal 4 huruf c, d dan h, tidak dapat dilihat secara parsial tetapi harus dikaitkan dengan ketentuan Pasal 4 huruf m, tersebut diatas.
Point (6) Bahwa berkaitan dengan hal sebagaimana dikemukakan pada angka 5 di atas, maka nampak jelas disini bahwa tindakan pembatalan penetapan diri saya sebagai anggota MRP periode 2011-2016 merupakan perbuatan melanggar hukum karena dilakukan tanpa berdasarkan bukti-bukti yang sah menurut hukum, yakni tidak berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Point (7) Bahwa dengan pembatalan yang dilakukan oleh Menteri dalam negeri melalui keterangan dari Dirjen Otda tanggal 290April 2011,, sesungguhnya saya telah dirugikan secara materiil dan imateriil. Dalam hal ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa dengan keputusan-keputusan Pejabat Tata Usaha Negara tersebut, telah terjadi stigmatisasi dan pembunuhan karakter terhadap diri saya yang berdampak pada nama baik pribadi dan keluarga saya.
Point (8) Bahwa dengan pembatalan secara sepihak oleh Pejabat Tata Usaha Negara tersebut tanpa klarifikasi yang jelas dan transparan kepada publik, saya telah ditempatkan pada posisi seolah-olah saya adalah pelaku tindak pidana khususnya tindak pidana makar. Padahal sewaktu saya mencalonkan diri sebagai calon anggota MRP unsur perempuan pada Wilayah Pemilihan I untuk masa keanggotaan MRP 2011-2016, saya telah memperoleh surat keterangan resmi baik dari Kepolisian setempat maupun Pengadilan Negeri Jayapura bahwa saya berkelakuan baik dan tidak pernah melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun penjara, dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Point (9) Bahwa Surat Keterangan yang dibuat oleh Kepolisian Resort Kabupaten Jayapura dan Pengadilan Negeri Jayapura adalah akta otentik dan merupakan keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang sah. Oleh karena itu, dengan pembatalan penetapan saya sebagai anggota MRP, tersirat bahwa akte-akte yang dikeluarkan oleh Kepolisian Kabupaten Jayapura dan Pengadilan Negeri Jayapura tidak sah. Dan itu berarti pula bahwa Pejabat Tata Usaha Negara tersebut tidak dapat dipercaya sebagai aparat penyelenggara pemerintahan dan penegak hukum. (amr)
http://bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=10489:mengapa-mendagri-tolak-saya-sebagai-anggota-mrp-&catid=25:headline&Itemid=96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar