Agar Pemilihan MRP Dihentikan
JAYAPURA—Tak hanya sejumlah pimpinan gereja yang ngotot, namun kalangan DPRP pun berkeras agar proses pemilihan anggota MRP yang sedang berlangsung dihentikan sementara.Untuk itu, DPRP bersama sejumlah pimpinan Gereja di Tanah Papua telah menyampaikan kepada pemerintah pusat agar seluruh proses pemilihan MRP untuk sementara dihentikan.
Hal ini disampaikan ketika pertemuan bersama Menkopolhukam yang diwakili Deputi I Menkopolhukam serta beberapa orang Staf di Jakarta 18 Pebruari 2011. Pasalnya, proses pemilihan MRP dinilai masih banyak penyimpangan, serta adanya intervensi dari pihak lain yang bertentangan UU No 21 Tahun 2001 atau UU Otsus.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi A DPRP Ir Weynand Watory ketika dihubungi di ruang kerjanya, Rabu (23/2). Menurut dia, pernyataan yang disampaikan sejumlah pimpinan Gereja di Tanah Papua tak beda dengan sikap DPRP yang juga sampai kini secara bulat keberatan dengan proses pemilihan MRP yang sedang berlangsung.
Pertama, landasan hukum melalui Perdasus No 4 Tahun 2010 tentang Pemilihan MRP yang ditetapkan di DPRP berbeda dengan dasar hukum yang digunakan dalam pelaksanaan Pemilihan MRP.
Kedua, pemeritah pusat melalui surat klarifikasi Mendagri mengatakan bahwa dasar hukum melakukan pemilihan MRP harus berdasarkan Perdasi. Sedangkan yang ditetapkan adalah Perdasus. Artinya dari sisi aspek hukum dan landasan hukum pelaksanaan pemilihan MRP sampai kini masih bermasalah.
Ketiga, dari proses pemilihan MRP yang tengah jalan di daerah sebagaimana laporan yang diterima DPRP bahwa ada banyak intervensi yang terjadi dari para Bupati baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat memberikan rekomendasi kepada calon tertentu yang diinginkan sebagai anggota MRP. Selanjutnya, penterjemahan terhadap makar bahwa orang tak boleh makar dan seterusnya.
Menurut dia, hal ini juga menjadi faktor penghambat pemilihan MRP, padahal sesungguhnya dengan lahirnya UU Otsus kata itu tak boleh ada dalam aturan karena hal ini yang membuat diskriminasi kepada orang Papua. Selanjutnya, kalau semua orang dikatakan makar buktikan melalui keputusan pengadilan. Kalau orang hanya ikut demo lalu itu dikatakan makar itu keliru secara hukum.
“Ya kita belajar dari pengalaman yang lalu banyak orang mengatakan bahwa MRP lemah dan seterusnya ya itu karena kita prosesnya seperti yang hari ini terjadi juga. Ini negara hukum yang mesti kita semua taat kepada aturan,” tukasnya.
“Jadi toh juga waktu yang mau dikejar sudah dilewati kok diperpanjang mulai dari 31 Otober ke 31 Januari. Itu juga sudah dilewati sekarang sudah tanggal 23 Pebruari. Sudah lewat juga apa gunanya toh,” ungkapnya.
“Mubazir sih tak, tapi dari landasan hukumnya dengan prosesnya itu tak benar. Kita ini kan mesti belajar bukan kita lihat hasil, tapi proses itu penting karena proses itu menetukan hasil. Kalau kita hanya bicara hasil tanpa memperhatikan proses ya itu namanya pembohongan jadi mesti proses yang membuat hasil.”
Menurut dia, DPRP tetap pada pendirian menyarankan agar pemilihan MRP dihentikan terserah pihak eksekutif menganggap bahwa tak apa-apa sambil berjalan tapi soal prinsip tak bisa harus dihentikan sementara.
Dia menjelaskan, pihaknya melihat intervensi juga terlalu banyak tekanan terlalu banyak, seperti orang takut bayang-bayang sendiri terhadap kehadiran MRP seakan-akan MRP ini lembaga super body yang bisa merusak segala macam padahal hanya sebagian komponen kecil yang ikut menyelenggarakan pemerintahan di daerah seperti itu. (mdc/don)
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8964:dprp-juga-ngotot&catid=25:headline&Itemid=96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar