Minggu, 21 Agustus 2011

GEREJA MELAWAN PROYEK STIGMATISASI MILITER

GEREJA KEMAH INJIL (KINGMI) DI TANAH PAPUA 
Konfrensi Pers : Rabu, 20 Juli 2011 
Suara Pastrol Kenabian :
GEREJA MELAWAN PROYEK STIGMATISASI MILITER

Logo Kingmi Papua
Dalam penghayatan iman Kristen dan ajaran gereja kami bahwa Pemerintah dan Negara ditetapkan oleh Allah dengan maksud agar menjadi alat untuk melindungi dan membebaskan  kelompok yang tertindas dan terhina, menjadi alat keadilan, menegakan hukum, memberikan rasa aman dan mendatangkan sejahtera bagi umatnya (Mazmur 72), bukan justru memberi dan menciptakan stigmatisasi negative terhadap kaum papa dan terlantar yang kemudian dipakai lagi sebagai surat izin untuk membangun dan melahirkan semangat radikalisasi di antara umat Tuhan yang kemudian dijadikan lagi alat pembenaran untuk menteror, mengintimidasi,  membunuh, umat Tuhan di Tanah Papua.  

Mengadakan Ibadah dengan mengambil  ruang publik dilaksanakan dalam rangka untuk mengenang orang-orang asli Papua yang mati terbunuh karena Stigmatisasi militer. Beberapa nama warga Gereja yang mati dalam stigma militer adalah : Pdt. Elisa Tabuni, Pius Magay, Pdt. Kindeman Gire, Pdt.Korinus Berotobuy dan masih sejumlah deretan panjang nama dalam pusara tak bernama.

Proyek stigmatisasi ini telah berurat akar di Tanah Papua dalam sejarah umat Tuhan di Tanah Papua sejak 1963. Dengan proyek stigmatisasi militer ini telah mengubah Papua sebagai “situs kekerasan, situs ratapan, situs konflik. Papua yang dikondisikan sebagai Ladang Garapan Konflik membuat umat Tuhan yang hidup di Tanah Papua mengalami nasib hidup yang malang seperti dituliskan dalam Kitab Suci kami : milik pusaka kami beralih,ayah dibunuh anak menjadi yatim, ibu menjadi janda, air diminum dengan membayar, kami dikejar dekat-dekat (Ratapan 5).

Gereja Kingmi Di Tanah Papua telah ada dan berkarya di Tanah Papua sejak 1938. Ia hidup dan tumbuh dengan menghayati iman Kristen  dalam  sebuah konstruksi realitas sejarah penderitaan-traumatis kolektif umat Tuhan akibat kebijakan Negara dan pembangunan yang cenderung menggunakan teori dan pendekatan kekerasan ketimbang memilih pendekatan yang dialogis sebagai cara dan sarana untuk menyelesaikan persoalan di Tanah Papua sejak tahun 1963. Daniel Dakidae  seorang peneliti dari media Kompas menyebutkan hal ini merupakan praktek indikasi bahwa sedang terjadi proses penjajahan/perbudakan internal “disguised slavery” . 

Dengan menerima stigma sebagai gereja suku dan Gerakan pendukung Papua Merdeka. Kami memandang bahwa usaha menambah penderitaan panjang dan penjajahan akan terus berlanjut terhadap warga Kingmi Papua dalam system Negara Indonesia.
Usaha untuk mewujudkan Papua Tanah Damai yang secara gamblang dikampanyekan melalui pemasangan sejumlah spanduk yang menghiasi Kota dan Mempercantik Gerbang dengan Kata-Kata Yang Menawan “ DAMAI ITU INDAH” oleh Mayor Jendral Erfi Triassunu ternyata hanyalah sebuah “slogan belaka”.

Persoalan gereja bukan persoalan elit gereja sebagaimana yang diakui dan dijelaskan Pangdam Mayjend Erfi Triasunu (bintang Papua, 19 Juli 2011:http://bintangpapua.com/headline/12755-pangdam-tegaskan-tak-tuding-kingmi-separatis). Semua persoalan gereja secara hukum resmi sudah final di putusan Mahkamah Agung. Kenapa Pangdam (Panglima Daerah Militer) Papua Mayjend (Major Jendral) Triassunu mau mempolitisir masalah dengan dalih jaminan keamanan bagi anggota GKII (Gereja Kristen Injili Indonesia) base in Jakarta. Apakah ada pasukan bersenjata dalam Gereja KINGMI?

Dalam kepercayaan dan ajaran gereja kami, cara lembaga militer melihat gereja amat berbeda dengan cara Tuhan melihat gereja kami. Tuhan yang kami percayai selalu menjaga, merawat, mengasihi, sekalipun kami sampaikan pikiran ini sambil membuat dosa dan melawan hukum-hukum-Nya. TUHAN tetap mengasihi kami bahkan menyerahkan nyawa-Nya bagi umat dan kawanan domba-Nya sebagai tebusan Kasih-Nya. Kami sampaikan pikiran ini sambil berdoa ke depan supaya Tuhan memberi pencerahan agar semua pihak bisa tahan diri bekerja mewujudkan Papua Tanah Damai.

Kami sebagai gereja juga menghimbau kepada pemerintah sebagai alat Tuhan untuk membebaskan yang tertindas. (Lukas 4:18-19)
        
Jayapura, 20 Juli 2011
                                                                    
Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua
Description: gereja dokumen4
(Pdt. Dr. Benny Giay)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar