Sabtu, 19 Maret 2011

Tanggapan Tulisan tentang: Sekelompok Orang Papua Membubarkan Seminar di UGM

Sebuah tulisan tentang “sekelompok orang Papua membubarkan seminar di UGM” lihat di sinitulisan tersebut menarik untuk dibaca dan dikomentari namun ada dua hal yang dapat dilihat di sana. Pertama tulisan tersebut lebih berbicara kepada pihak spoiler (dan saya kira masih berbicara dari sudut pandang penulis atas apa yang terjadi pada saat itu) dan pihak peserta yang dimintai komentar atau pendapat peserta seminar. Kedua, penulis juga tidak meminta komentar dari panitia dan pembicara, karenanya berita ini tida berimbang dan menurut saya ini subyektifitas penulis saja. Namun, tulisan tersebut perlu diapreasi di satu sisi, tetapi disatu sisi karena kompasiana adalah media diskusi maka, kali ini saya mencoba berbicara dari sudut pandang perspektif pelaksana kegiatan.
Pertama, dari sudut pandang kami sebagai pelaksana adalah, kami tida menginginkan masalah Papua hanya digumuli oleh orang Papua sendiri, tetapi masalah Papua digumuli juga oleh orang lain, salah satu pihak yang paling kompoten untuk memikir penyelesaian masalah Papua adalah pihak akademisi (seperti UGM) sehingga seminar nasional dialog konstruktif Jakarta-Papua itu dilaksanakan. Kedua, Seminar tersebut tidak berbicara soal pembangunan Papua, dan juga soal otonomi khusus, tetapi seminar itu dimaksudkan mencari pemikiran konstruktif dalam penyelesaian masalah Papua secara holistic bukan secara parsial. Ketiga, seminar itu dilakukan untuk menyaring pemikiran konstruktif dari semua pihak terutama dari pihak akademisi. Dan seminar-seminar yang sama dilakukan di Papua dan di UGM sendiri sudah melakukan beberapa kali, namun kali ini dilakukan oleh tim yang benar-benar mendorong adanya penyelesaian masalah Papua jadi bukan seminar biasa ibarat seminar yang bersifat ilmu pengetahuan.
Karena itu sangat disayangkan sekali kalau ada kelompok spoiler yang mengganggu kegiatan seminar tersebut. Pernyataan kelompok spoiler seminar bahwa seminar seperti ini seharusnya dilakukan di Papua, saya kira pernyataan ini adalah pernyataan yang keliru. Kalau misalnya kelompok spoiler ini melakukan kegiatan yang sama di YOGYA, JAKARTA (mungkin demo,dsb) sebaiknya tidak perlu melakukan hal tersebut di daerah ini karena masalah Papua harus bicara di Papua? Pemikiran seperti ini sangat kontras dengan kenyataan riil yang ada, dimana kebijakn tentang Papua selalu datang dari Jakarta alias Jakarta letaknya bukan di Papua tetapi ± 3.500 kilometer dari Papua.
Kalau kelompok spoiler ini memikirkan demikian, saya kira dengan konsep berfikir mereka itu membawah semua orang Papua yang diaspora ke Papua dan bicara semua masalah Papua di Papua. Mengapa mereka ada disini? Kenapa mereka tidak sekolah saja di Papua? kalau menyelesaikan masalah Papua di wilayah Papua? Di era seperti dewasa ini pemikiran seperti itu sudah sangat tidak relavan lagi.
Suka atau tidak suka masalah Papua harus dikomunikasi kepada semua orang, seperti kita orang Papua selalu mengatakan bahwa tindakan militer di Papua bukan samannya lagi menggunakan moncong senjata tetapi menggunakan moncong mulut. Maka pembubaran kegiatan seminar seperti itu juga bukan samannya lagi, karena itu menodai harkat dan martabat serta nilai manusia Papua. Karena saat penyelesaian masalah Papua, jika kita sepakat tidak menggunakan moncong senjata maka seminar sebagai satu sarana menggunakan moncong mulut dengan konsep yang bisa diterima semua pihak, didukung semua komponen bangsa dan kita bicara di dalam wadah yang resmi dengan cara yang bermartabat, elegant, manusiawi, dan  simpatik, siapakah yang akan melawan kita, saya kira orang akan menghortmai setiap langka yang ditempu, karenanya jangan kita menggunakan cara-cara kekerasan tetapi harus menggunakan cara-cara dialogis dengan pendekatan kemanusiaan dan menghormati hak orang lain, organiasai orang lain yang melaksanakan kegiatan seperti seminar tersebut.
Jadi, kami tidak akan pernah mundur karena adanya kelompok spoiler tersebut, tetapi komunikasi dialogis sebagai sebuah sarana akan terus dilakukan, termasuk pendekatan kepada kelompok spoiler akan tetap dilakukan, karena biar bagaimanapun mereka (kelompok spoiler) adalah bagian integral dari kami, dan kami bagian integral dari mereka.
Kesimpulannya, pendekatan penyelesaian masalah Papua ada kelompok yang menginginkan penyelesaian Papua ibarat menggunakan pesawat dari Jakarta ke Papua dengan waktu 8 Jam (menempu jarak 3.500km). Sementara ada yang melakukan pendekatan penyelesaian masalah Papua ibarat menggunakan kapal laut dan tiba di Papua dalam waktu 1 minggu. Kedua, pendekatan tersebut baik adanya tetapi dengan nilai resiko yang saya kira mahal harganya. Menggunakan waktu 1 minggu dan membayar harga murah namun kekuatan penyelesaian masalah Papua tuntas dan mengikat selamanya? Atau penyelesaian masalah Papua menggunakan waktu 8 jam, dengan membayar harga yang sangat mahal dan risiko yang sangat mahal pula.
Kebenaran itu ibarat seorang yang berkaki pincang dan berjalan perlahan sampai pada tujuan, karena itu jangan pernah kita pesimis dan ragu ketika kita ingin menyelesaikan sebuah masalah dan jangan pernah mundur dari masalah dan hargai upaya dan kerja keras orang lain, karena belum tentu kita lakukan sesuatu seperti orang lain lakukan.
Sikap panitia pelaksana sudah tepat, pertama, menghargai lembaga akademisi-UGM dan tidak melayani kelompok spoiler dengan kekerasan. Tidakan kedua adalah memindahkan tempat kegiatan dari tepat acara semula dan dilaksanakan dengan sukses dan berhasil. Jadi perlu diketahui disini bahwa kegiatan berhasil dilaksanakan.
Terhadap pelaksanaan kegiatan seminar ini mendapat simpati yang kuat sampai dengan saat ini, dan akan terus di dorong agar seminar-seminar semacam ini akan dilakukan di berbagai tempat di Indonesia.

Pares L.Wenda
http://regional.kompasiana.com/2011/01/22/tanggapan-tulisan-tentang-sekelompok-orang-papua-membubarkan-seminar-di-ugm/

Catatan Tambahan:
Dari aksi kelompok spoiler itu tercipta suatu image bahwa "Mahasiswa Papua adalah mahasiswa yang uneducated (tidak berpendidikan), uncivilized (tidak beradab), tidak mampu, dsb. Emage ini kapan mereka
akan memperbaikinya, ini menjadi tanggungjawab mereka yang mengganggu kegiatan pada (20/01/11) di Pascasarjana UGM Yogyakarta. Berharap bahwa di masa depan kebebasan universitas atau perguruan tinggi di Indonesia maupun di mana saja saat mereka melakukan kegiatan yang berhubungan dengan Papua yang tentu saja sifatnya ilmiah dan bebas yang beretika sehingga diharapkan kegiatan semacam itu diikuti dan memberikan solusi konstruktif buat penyelesaian masalah Papua, sesuai dengan harapan semua manusia yang beradab di dunia ini. Bukan  menjadi spoiler untuk kegiatan seperti itu. wa wa wa wa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar