Kekerasan di PuncakJaya |
Berdasarkan peristiwa ini, koalisi LSM menilai adanya indikasi pelanggaran HAM berat. "...Aparat Brimob di Manokwari tidak profesional dan tidak menggunakan pendekatan sebagaimana sesuai dengan prosedur serta tata cara hukum yang berlaku dalam menghadapi aksi massa dari warga sipil tersebut," ujar Harry Maturbongs, Direktur Komisi untuk Orang Hilang (Kontras) Papua (Cepos, 18/09/2010). LP3BH menyebutkan, korban Naftali Kwan sebelumnya dibekuk oleh aparat Brimob dalam keadaan masih hidup, namun meninggal di tangan aparat, jenazah kemudian dilarikan oleh aparat ke RSUD Manokwari selanjutnya disemayamkan sementara di kamar mayat RSUD. Kondisi jenazah cukup menggenaskan terdapat luka di samping kepala atau mendekati telinga kiri, darah di betis kanan, luka sayatan di lutut, tubuh jenazah kotor dan berpasir di sekitar dada dan paha. Septinus Kwan, ditemukan warga dalam keadaan tak bernyawa di jurang. Korban selanjutnya ditutup dengan kain dan diarak ke kantor Bupati Kabupaten Manokwari guna menuntut pertanggungjawaban aparat. LP3BH berkesimpulan sebagai analisa fakta sesuai prosedur Hukum dan Hak Asasi Manusia bahwa aparat Polri dalam hal ini Brimob telah gagal menerapkan citra Polri melalui fungsi Polri sebagai pemelihara keamanan, ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan dan pengayoman masyarakat. (http://regional.kompas.com/read/2010/09/20/06321831/Brimob.Manokwari.Dinilai.Salahi.Prosedur-5).
Untuk itu pula, Tim penyidik Polri diminta transparan secara hukum kepada publik atas kasus insiden tewasnya dua warga sipil di Manokwari. Hal ini karena, menurut Pdt Jemima Krey, Ketua BPAM Sinode GKI di Tanah Papua, ada banyak sekali pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua namun hanya sebagian kecil yang terungkap pelakunya oleh penyidikan polisi. Sementara itu, tuntutan ganti rugi sebesar 30 miliar ditunda hingga penyidikan selesai sedangkan tuntutan supaya brimob manokwari dibubarkan dianggap tidak perlu karena keberadaan brimob masih sangat diperlukan dalam membantu polis (cepos, 20/09/2010).
TNI. Di Biak, Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Imam Sufaat, meresmikan Batalyon 468 Paskhas. Batalyon ini merupakan pengembangan gelas alusista TNI AU di Kawasan Indonesia Timur, secara khusus di Papua(cepos, 20/09/2010). Selain itu juga, 1 kompi marinir dengan kekuatan sekitar 100 personel akan didatangkan langsung dari Surabaya. Kompi ini akan menjadi embrio Batalyon Marinir Pangkalan Merauke (Bintang Papua, (27/09/2010).
Melihat situasi keamanan dan pertahanan di Papua, kita tentunya juga berharap agar TNI dan Polri betul-betul menjadi pengayom masyarakat bukan sebaliknya. TNI dan Polri diminta tidak melukai hati rakyat. Keduanya merupakan institusi yang sangat dibutuhkan pemerintah dalam stabilitas keamanan secara menyeluruh dan kondusif. "TNI dan Polri harus bisa menempatkan diri secara baik dan benar di tengah-tengah rakyat bukan sebaliknya melukai hati rakyat...," kata Wempi Wetipo, Bupati Jayawijaya (Cepos, 24/09/2010).
http://www.hampapua.org/skp/0106102010.html
Papua Human Right
Tidak ada komentar:
Posting Komentar