Rabu, 13 Juli 2011

PERAN GEREJA BAPTIS DI LANNY JAYA

Pares L.Wenda
Gereja Baptis membangun Iman Kepada Kristus, Pendidikan
Kesehatan, pemberdayaan ekonomi, hak asasi manusia

Gereja sesungguhnya melakukan hal-hal yang baru tetapi hanya merubah mode pada kehidupan orang Lani. Gereja hadir sesungguhnya adalah menggenapi nubuatan orang Lanny di masa lalu. Zolner (2006) mengatakan pada 1960-an dan 1970-an, ada gerakan misi yang menyebar di seluruh dataran tinggi, akibatnya hampir semua suku menerima Injil…dalam beberapa kasus, Injil dipahami sebagai penggenapan nubuat yang tidak asing bagi masyarakat, dan telah mereka kanal lewat agama tradisi. Seperti orang Lani Loma, Lani Hubula, Lani Ndugga, dan Lani mengenal Nabelan Kabelan atau kulit lama ganti kulit baru,(Kiloner,Pares,dkk, 2009). Dari sekian banyak perubahan bentuk yang dilakukan oleh gereja ada 5 bagian penting yang akan diulas pada pembahasan peran Gereja Baptis pada orang Lani.
1.    Membangun Iman Kepada Kristus
Kiloner Wenda, Pares L.Wenda,dkk (2009) melaporkan bahwa tentang kedatangan gereja Tuhan yang akan dibawah oleh orang kulit putih sudah dinubuatkan oleh nenek moyang orang Lani ribuan tahun yang lalu. Nubuatan itu terus dipegangan sampai hari ini. Perubahan demi perubahan yang dilakukan gereja pada era 1950 sampai sekarang adalah era penggenapan nubuatan melalui agama suku, sehingga sesungguhnya semua perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang tidak dikuatirkan oleh orang Lani masa kini. Dalam hal membangun iman kepada Kristus misalnya orang Lani tahu bahwa kebenaran itu akan datang melalui orang kulit putih. Ketika kebenaran itu datang orang Lani langsung menerimanya.
Tokoh-tokoh yang menerima kedatangan Misionaris itu di Tiom misalnya ada Pigirik Yoman, Miyawarak Yigibalom,dkk. Sementara pekabar Injil Yesus Kristus di Tiom misalnya ada Bapak Pinomban Kogoya, Nawimban Kogoya, Lawutaganir Kogoya, Ariel Wenda, Nick Yigibalom,dkk. Penerjemah Bahasa Lani kepada Misionaris ada Amoner Kogoya,Lingge wanimbo, Gebugwi Kogoya,dkk. Di Magi penerima Misionaris ada Diagwa Wenda, dkk, pekabar Injil ada Walo Wanimbo, Yagiya Wanimbo, Mililuk Kogoya, Gibi Kogoya, dkk. Demikian juga penyebar Injil di Yugwa Lugwa ada Permenas Kogoya, Wurufanggup Kogoya, Tue Kogoya, Peraus Kogoya, Mazmur Kogoya,Wesyo Kogoya,Dip.Th, dkk. Di Balingga, Kwiyawagi, Malagaineri dan sekitarnya ada Tigittigit Wenda, Irigagom Tabuni,dkk. Di Pirime ada Pdt.Yunus Kogoya, Dip.Th, Sebena Kogoya,Dip.Th, dkk.
Tokoh-tokoh sebagian yang telah disebutkan di atas dan tokoh gereja baptis yang lain yang tidak sempat disebutkan di atas merekalah yang disiapkan Tuhan melalui misionaris membangun iman Kristen melalui organisasi Gereja Baptis di wilayah yang kini disebut Lanny Jaya. Jadi di Lani Jaya, ada tiga periodisasi waktu dalam proses perubahan yang terjadi  pertama, periode kekuasaan orang Lani sampai 1956, kedua periode kekuasaan misionaris 1956-1966, ketiga peride kekuasaan gereja local 1966-sekarang. Kemudian keempat adalah empat kekuasaan sedang bekerja di wilayah ini Gereja, Pemerintah, Dewan Adat, LSM dan Kekuatan Asing.
Periode awal Iman Kristen bertumbuh dengan sangat kuat 1956-1970-an. Namun iman Kristen semakin mendapat perubahan dan pergeseran sejak awal tahun 1980-an hingga sekarang. Kedepan apakah iman Kristen akan bertahan di wilayah ini dengan perubahan sosial politik, ekonomi, dan lainnya yang terjadi di wilayah ini sangat ditentukan oleh pemimpin daerah pada masa kini.

2.    Pendidikan
Pada masa sebelum Injil dan Pemerintah berkuasa di wilayah ini. Lembaga pendidikan yang terkenal adalah pendidikan “WIT”. Di dalam pendidikan WIT inilah orang Lani sejak umur kira-kira 10-15 tahun didik disini. Pendidikan apa saja yang diperoleh seorang anak didik? Pendidikan tentang militer, ekonomi, kesehatan, agama tradisional, dll. Diajarakan selama berbulan-bulan, sampai dipastikan bahwa seorang anak didik dianggap telah menguasai ilmu lalu kembali dilepaskan atau dikembalikan kepada keluarganya. Dalam pendidikan ini, keluarga tidak diperkenankan bertemu dengan siswa satu kali pun tidak. Makan dikirim orang tua dan diambil oleh guru ditempat yang jauh dari wilayah pendidikan. Anak diberikan kesempatan sekali atau lebih untuk praktek. Misalnya dalam pendidikan militer? Anak yang sudah mendapat pendidikan akan dikirim ke medan perang dan langsung diperhadapkan kepada musuh, apabila dia bisa menghadapi musuh dengan menghindar semua serangan musuh atau mengejar musuh, maka anak yang bersangkutan dianggap sudah menguasai pendidikan dan dia bisa ikut semua peperangan yang terjadi di wilayah orang Lani di Kabupaten Lani Jaya, Jayawijaya, Tolikara, Puncak Jaya, Timika, Puncak, Intan Jaya, dan daerah-daerah lain di wilayah pegunungan tengah pada masa itu. Mengapa mereka bisa pergi perang di wilayah-wilayah itu? Sejarah mencatat bahwa penyebaran keluarga di wilayah pegunungan tengah jelas, sehingga ketika terjadi perang di wilayah lain, keluarga dari daerah lain pasti datang membantu peperangan di wilayah yang sedang terjadi perang. Baik dulu maupun sekarang tradisi ini masih dipertahankan. Bukan pada konflik militer saja, tetapi juga pada perdagangan ekonomi tradisional, dsb.
Dahulu system pendidikan sudah ada. Gereja datang merubah system pendidikan itu. Namun gereja lebih menekankan pada pendidikan teologi dan juga sedikit pada pendidikan umum. Pada saat yang sama pemerintah Belanda maupun Indonesia juga membawah pengaruh pendidikan dengan system dari masing-masing pemerintahan itu.
Kita mulai menjelaskan dari pendidikan yang dirintis gereja. Pendidikan teologi ini terdiri dari Sekolah Buta Huruf sekarang lebih dikenal dengan PBH (Pemberantasan Buta Huruf) Pusatnya di Wamena dipimpin oleh Mama Ilisara Wanimbo sampai sekarang dan mempunyai cabang-cabang di seluruh gereja-gereja di pedalaman Papua termasuk di Lanny Jaya. Pendidikan Sekolah Alkitab Bahasa Lani di Danime, Bahasa Indonesia di Tiom, Setingkat SMU di Tingginapaga dan STT Baptis berpusat di Kotaraja, Jayapura dan satu Cabang di Wamena. Tokoh-tokoh yang berasal dari pendidikan di sekolah ini antara lain Andreas Yanengga, (STTB), Peraus Kogoya (SABL), Nick Yigibalom (STTB), Wesyo Kogoya (STTB), Yunus Kogoya (STTB), Tue Kogoya (SABL), Perinus Kogoya (STTB), Sebena Kogoya, (STTB), Ariel Wenda (SABI), Permenas Kogoya (PBH) Lawutaganir Kogoya (PBH), Mililuk Kogoya (PBH), Wurufanggup Kogoya (PBH), dll.
Gereja juga mempersiapkan wanita-wanita baptis. Perintis wanita Baptis pertama diantaranya Lisbet Kogoya, Welena Wenda, Kolapaga Yanengga, Lena Waker, Lisara Wanimbo, Tina Yigibalom, dkk. Paru kedua wanita baptis yang muncul adalah Penesina Kogoya, Lince Kogoya, Yatina Kogoya,dll.
 Kemudian pendidikan yang mengarah pada pendidikan umum, pendidikan YPPGI dari tingkat SD-SMP. Autput dari SD-SMP YPPGI diarahkan kepada pendidikan SPG di Tiom, kemudian dilanjutkan ke UNCEN Jayaqpura. Tokoh-tokoh yang dipersiapkan gereja pada pendidikan umum ini antara lain Nikolas Yigibalom, Wellington L.Wenda, Eteme Kogoya, dsb. Nikolas Yigibalom misalnya pernah menjadi Anggota DPRD Jayawijaya (periode 1960-an-1970-an) dan Bupati Jayawijaya (2005-2009). Wellington L.Wenda (2004-sekarang) menjadi Bupati di Kabupaten Pegunungan Bintang ibu kota Oksibil. Wenda berhasil membangun Kabupaten Pegunungan Bintang sampai mendapat penghargaan tingkat Asean dari Bank of Asia (2007), Penghargaan dari Presiden RI (2009) dan Penghargaan dari Gubernur Papua (2009). Dan terakhir dari Aliansi Wartawan Indonesia (AWI). Ia mendapat pengakuan terbaik dalam hal pengelolahan keuangan daerah dan pemerintahan daerah dari KPK perwakilan Papua selama (tahun anggaran 2007,2008 dan 2009).
Tokoh mudah lain yang muncul sesudah tokoh-tokoh di atas hasil dari pendidkan yang diselenggarankan oleh gereja dan pemerintah. Bersamaan dengan pendidikan yang dikembangkan gereja melalui YPPGI di wilayah ini! Pada saat yang sama pendidikan SD Inpres dan SMP milik pemerintah juga dibangun di wilayah ini. Sehingga dalam kurun waktu periode ini banyak putra-putri dari wilayah Lanny Jaya yang memperoleh pendidikan dan menjadi tokoh-tokoh dari wilayah ini.
Pada bidang teologi misalnya ada Yusuf Kogoya, Rony Wanimbo, Luther Wakerkwa, Kaisar Wakerkwa. Angkatan berikutnya sepertinya Mouri Kogoya, Steve Yan Wenda, Meson Yigibalom, Emaus Kogoya, Umast Tabuni, Tendien Wenda, dll. Pada pendidikan umum ada Socratez Sofyan Yoman, yang sekarang menjadi tokoh HAM Papua dan Ketua Umum BPP-PGBP, Befa Yigibalom, Pene Ifi Kogoya, Doren Wakerkwa, dll.
Sayangnya gereja tidak mendirikan lembaga pendidikan seperti Universitas Baptis di Papua yang bertujuan untuk mendidik putra-putri Baptis sekolah disini. Sehingga putra-putri Baptis pada zaman kepemimpinan Andreas Yanengga pernah mengirim beberapa putra-putri Baptis untuk menuntut ilmu di Universitas Baptis di Surabaya diantaranya seperti Wenal Yoman, Hery Wenda, Paulus Yanengga, Lina Kogoya, Yaganogo Yoman, dkk.
Kedepan Apakah perguruan tinggi seperti Universitas Baptis di daerah ini perlu ada atau tidak sangat tergantung dari pimpinan gereja dan pemerintah daerah dewasa ini.

3.    Kesehatan
Pusat pendidikan kesehatan oleh gereja dibangun di Pirime. Nama pusat kesehatan itu adalah “Pik Up Memorial Hospital” Pik Up adalah seorang berkebangsaan Amerika yang telah mendonor uangnya untuk membangun pusat pelayanan kesehatan di wilayah pelayanan Baptis yang berpusat di Pirime.  Dan telah dibangun sejumlah poliklinik di beberapa wilayah pelayanan Baptis sebagai sentra pelayanan kepada umat antara lain Polik Klinik Kwiyawagi, Tingginapaga, Kulia, Tiom, Magi, Danime, dan tempat lainnya yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Gereja tidak hanya membangun fasilitas kesehatan tetapi gereja juga mempersiapkan orang asli dari daerah itu. Namun sayang kehadiran pemerintah Indonesia tidak memfungsikan sarana kesehatan yang dibangun gereja.
Bidang kesehatan, gereja telah mendidik anak-anak baptis yang mempunyai kamampuan mengusai bidang kesehatan. Dan pendidikan yang diberikan hanya melalui pendidikan buta huruf khusus kesehatan. Kemampuan mereka jauh lebih baik dari pada pendidikan kesehatan dewasa ini. Diantara anak-anak baptis yang mengusai bidang kesehatan yakni Inggen Wanena, Piter Wenda, Kendin Wakur, Kendius Tabuni, Nas Kogoya, Ferry Yigibalom, Gunulewe Yigibalom, Inggen Wanena, Sem Kogoya, Yabe Yigibalom dan Yohanes Kogoya dan lain-lain.  Perlu kita akui disini bahwa tenaga mereka masih dipake oleh pemerintah sampai dengan sekarang.


E k o n o m i
Bidang ekonomi, perlu diakui bahwa gereja belum maksimal memberdayakan ekonomi umat sampai dengan hari ini.  Karena sampai dengan dewasa ini belum ada perubahan-perubahan siknifikan untuk semua pelayanan kesejahteraan masyarakat.
Indikator pelayanan ekonomi yang tidak berjalan adalah sebagai berikut: tidak adanya kebebasan financial/keuangan. Hal itu terlihat dari kehidupan ekonomi masyarakat yang masih tergantung pada hasil-hasil bumi. Hasil bumi yang dijual dan dijadikan uang, ternyata uang tersebut hanya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Belum adanya kesadaran menabung, belum adanya kesadaran keuangan hari tua, belum dapat diatur keungan keluarga secara mandiri dan profesional. Baik kelompok PNS/TNI POLRI dan masyarakat yang sebagian besar adalah petani belum secara maksimal mempersiapkan mereka dalam hal ini sejak 1956-2007. Hal ini harus diakui oleh Misionaris, dan kader anak baptis dewasa ini.
Belum tersedianya perumahan yang layak huni, masyarakat sebagian besar mempunyai rumah tradisional. Kecuali pembangunan tempat ibadah yang merupakan swadaya masyarakat. Namun tidak diimbangi dengan perumahan masyarakat yang layak huni. Hal ini tidak mengurangi perumahan tradisional. Paling tidak ada pola pembangunan perumahan ala orang Lani atau lainnya dengan mengikuti perubahan moderenisasi tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya asli dalam pembangunan perumahan. Ada banyak kader baptis yang menjadi pejabat masih tidak menyadari hal ini, mereka justru berkiplat ke Toraja, Sulawesi dan Jawa dalam membangun perumahan mereka.
Belum ada fakus usaha mandiri atau pengusaha, wiraswasta yang berhasil dalam dunia bisnis. Berarti baik gereja maupun pemerintah belum maksimal bekerja mendorong putra-putri dari daerah ini untuk menjadi bisnismen atau  bisniswomen yang sukses memasuki ½ abad gereja Baptis di tanah Papua.

Infrastruktur
Patut diberikan penghargaan yang setulus-tulusnya bahwa gereja telah membuka isolasi masyarkat dengan membuka lapangan udara di setiap wilayah pelayanan gereja misalnya lapangan terbang Danime, Magi, Pirime, Tiom, Kwiyawagi, dan daerah lain adalah upaya misinoaris Baptis bersama MAF. Dari sinilah pelayanan ke daerah-daerah, menghubungkan Ibu kota kabupaten, dan provinsi. Sehingga pelayanan pemerintah kepada masyarakat maupun pelayanan gereja kepada umat sampai hari ini dapat dilayani dengan baik.
 
Manajemen Keuangan Dan Asset
Sejak misi ABMS membangun gereja Tuhan ini fokus utama mereka adalah pada pelayanan penginjilan. Bagaimana orang Lani dan orang Papua lainnya bisa dapat mengenal Injil itu. Karena itu fokus utama mereka pada pelayanan penginjilan dan mengabaikan pelayanan yang lainnya.
Ketika kepemimpinan/kewenangan diberikan kepada orang asli Papua dari misi ABMS. Misi ABMS tidak  mempersiapkan sumber daya manusia dengan baik, khususnya dalam hal managemen administrasi dan managemen keuangan. Disisi yang lain kewenangan itu diberikan seketika orang Lani bersama ABMS hanya sembilan tahun. Kemudian ABMS tetap bersama orang Lani hanya kewenangan pelayanan pada gereja terbatas.
Selama empat kepemimpinan sinode pertama kepemimpinan pada waktu itu masih sangat sederhana. Namun sejak 1975-1990 disini dipimpin oleh Pdt.Joseph  Kaya Karetji, MA. Disini patut kita akui beberapa kemajuan yang telah dilakkukannya seperti membangun STT Baptis Jayapura. Dan meletakan pondasi pelayanan di wilayah pantai. Namun perlu dikritisi disini kepemimpinan ini masih sangat lemah jika kita lihat tidak ada asset bagi gereja baptis seperti hanynya aset yang dimiliki gereja Kingmi Papua dan GIDI. Manajemen pelayanan GIDI dan Kemah Injil secara organisasi matang sekali. Sementara pada gereja baptis pada zaman ini sangat kita harapkan ada asset yang dibangun seperti beli tanah, Kantor  BPP-PGBP, Perumahan Staf BPP-PGBP, dan lain-lain. Dan juga ada dana abadi pada kantor sinode Baptis. Namun sayang semua itu baru sedang kita bayangkan sekarang untuk dilakukan dikemudian hari dengan cost yang tinggi tetapi jika itu dipikirkan pada waktu itu costnya sangat rendah gereja mempunyai asset yang banyak. Sehingga dalam kepemimpinan Yanengga maupun kepemimpinan Yoman, mengalami kendala yang cukup berat atau mewarisi kesalahan masa lalu.
Semoga Bupati definitive memperhatikan permasalahan yang dikemukanan disini, khususnya pada bidang Ekonomi dan Pengelolahan Keuangan, pemberdayaan pendidikan, dsb.
Penulis: Wakil Direktur Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Intelektual Tanah Papua (LITP).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar