Pares L.Wenda |
Gereja
Baptis membangun Iman Kepada Kristus, Pendidikan
Kesehatan,
pemberdayaan ekonomi, hak asasi manusia
Gereja sesungguhnya melakukan
hal-hal yang baru tetapi hanya merubah mode pada kehidupan orang Lani. Gereja hadir
sesungguhnya adalah menggenapi nubuatan orang Lanny di masa lalu. Zolner (2006)
mengatakan pada 1960-an dan 1970-an, ada gerakan
misi yang menyebar di seluruh dataran tinggi, akibatnya hampir semua suku
menerima Injil…dalam beberapa kasus, Injil dipahami sebagai penggenapan nubuat
yang tidak asing bagi masyarakat, dan telah mereka kanal lewat agama tradisi.
Seperti orang Lani Loma, Lani Hubula, Lani Ndugga, dan Lani mengenal Nabelan Kabelan
atau kulit lama ganti kulit baru,(Kiloner,Pares,dkk, 2009). Dari sekian banyak
perubahan bentuk yang dilakukan oleh gereja ada 5 bagian penting yang akan
diulas pada pembahasan peran Gereja Baptis pada orang Lani.
1. Membangun
Iman Kepada Kristus
Kiloner Wenda, Pares L.Wenda,dkk
(2009) melaporkan bahwa tentang kedatangan gereja Tuhan yang akan dibawah oleh
orang kulit putih sudah dinubuatkan oleh nenek moyang orang Lani ribuan tahun
yang lalu. Nubuatan itu terus dipegangan sampai hari ini. Perubahan demi perubahan
yang dilakukan gereja pada era 1950 sampai sekarang adalah era penggenapan
nubuatan melalui agama suku, sehingga sesungguhnya semua perubahan yang terjadi
merupakan perubahan yang tidak dikuatirkan oleh orang Lani masa kini. Dalam hal
membangun iman kepada Kristus misalnya orang Lani tahu bahwa kebenaran itu akan
datang melalui orang kulit putih. Ketika kebenaran itu datang orang Lani
langsung menerimanya.
Tokoh-tokoh yang menerima kedatangan
Misionaris itu di Tiom misalnya ada Pigirik Yoman, Miyawarak Yigibalom,dkk. Sementara
pekabar Injil Yesus Kristus di Tiom misalnya ada Bapak Pinomban Kogoya, Nawimban
Kogoya, Lawutaganir Kogoya, Ariel Wenda, Nick Yigibalom,dkk. Penerjemah Bahasa
Lani kepada Misionaris ada Amoner Kogoya,Lingge wanimbo, Gebugwi Kogoya,dkk. Di
Magi penerima Misionaris ada Diagwa Wenda, dkk, pekabar Injil ada Walo Wanimbo,
Yagiya Wanimbo, Mililuk Kogoya, Gibi Kogoya, dkk. Demikian juga penyebar Injil
di Yugwa Lugwa ada Permenas Kogoya, Wurufanggup Kogoya, Tue Kogoya, Peraus
Kogoya, Mazmur Kogoya,Wesyo Kogoya,Dip.Th, dkk. Di Balingga, Kwiyawagi,
Malagaineri dan sekitarnya ada Tigittigit Wenda, Irigagom Tabuni,dkk. Di Pirime
ada Pdt.Yunus Kogoya, Dip.Th, Sebena Kogoya,Dip.Th, dkk.
Tokoh-tokoh sebagian yang telah
disebutkan di atas dan tokoh gereja baptis yang lain yang tidak sempat
disebutkan di atas merekalah yang disiapkan Tuhan melalui misionaris membangun
iman Kristen melalui organisasi Gereja Baptis di wilayah yang kini disebut
Lanny Jaya. Jadi di Lani Jaya, ada tiga periodisasi waktu dalam proses
perubahan yang terjadi pertama, periode
kekuasaan orang Lani sampai 1956, kedua periode kekuasaan misionaris 1956-1966,
ketiga peride kekuasaan gereja local 1966-sekarang. Kemudian keempat adalah
empat kekuasaan sedang bekerja di wilayah ini Gereja, Pemerintah, Dewan Adat,
LSM dan Kekuatan Asing.
Periode awal Iman Kristen bertumbuh
dengan sangat kuat 1956-1970-an. Namun iman Kristen semakin mendapat perubahan
dan pergeseran sejak awal tahun 1980-an hingga sekarang. Kedepan apakah iman
Kristen akan bertahan di wilayah ini dengan perubahan sosial politik, ekonomi,
dan lainnya yang terjadi di wilayah ini sangat ditentukan oleh pemimpin daerah
pada masa kini.
2. Pendidikan
Pada masa sebelum Injil dan
Pemerintah berkuasa di wilayah ini. Lembaga pendidikan yang terkenal adalah
pendidikan “WIT”. Di dalam pendidikan WIT inilah orang Lani sejak umur
kira-kira 10-15 tahun didik disini. Pendidikan apa saja yang diperoleh seorang
anak didik? Pendidikan tentang militer, ekonomi, kesehatan, agama tradisional,
dll. Diajarakan selama berbulan-bulan, sampai dipastikan bahwa seorang anak
didik dianggap telah menguasai ilmu lalu kembali dilepaskan atau dikembalikan
kepada keluarganya. Dalam pendidikan ini, keluarga tidak diperkenankan bertemu
dengan siswa satu kali pun tidak. Makan dikirim orang tua dan diambil oleh guru
ditempat yang jauh dari wilayah pendidikan. Anak diberikan kesempatan sekali
atau lebih untuk praktek. Misalnya dalam pendidikan militer? Anak yang sudah
mendapat pendidikan akan dikirim ke medan perang dan langsung diperhadapkan
kepada musuh, apabila dia bisa menghadapi musuh dengan menghindar semua
serangan musuh atau mengejar musuh, maka anak yang bersangkutan dianggap sudah
menguasai pendidikan dan dia bisa ikut semua peperangan yang terjadi di wilayah
orang Lani di Kabupaten Lani Jaya, Jayawijaya, Tolikara, Puncak Jaya, Timika,
Puncak, Intan Jaya, dan daerah-daerah lain di wilayah pegunungan tengah pada
masa itu. Mengapa mereka bisa pergi perang di wilayah-wilayah itu? Sejarah
mencatat bahwa penyebaran keluarga di wilayah pegunungan tengah jelas, sehingga
ketika terjadi perang di wilayah lain, keluarga dari daerah lain pasti datang
membantu peperangan di wilayah yang sedang terjadi perang. Baik dulu maupun
sekarang tradisi ini masih dipertahankan. Bukan pada konflik militer saja,
tetapi juga pada perdagangan ekonomi tradisional, dsb.
Dahulu system pendidikan sudah ada.
Gereja datang merubah system pendidikan itu. Namun gereja lebih menekankan pada
pendidikan teologi dan juga sedikit pada pendidikan umum. Pada saat yang sama
pemerintah Belanda maupun Indonesia juga membawah pengaruh pendidikan dengan
system dari masing-masing pemerintahan itu.
Kita mulai menjelaskan dari
pendidikan yang dirintis gereja. Pendidikan teologi ini terdiri dari Sekolah
Buta Huruf sekarang lebih dikenal dengan PBH (Pemberantasan Buta Huruf)
Pusatnya di Wamena dipimpin oleh Mama Ilisara Wanimbo sampai sekarang dan
mempunyai cabang-cabang di seluruh gereja-gereja di pedalaman Papua termasuk di
Lanny Jaya. Pendidikan Sekolah Alkitab Bahasa Lani di Danime, Bahasa Indonesia
di Tiom, Setingkat SMU di Tingginapaga dan STT Baptis berpusat di Kotaraja,
Jayapura dan satu Cabang di Wamena. Tokoh-tokoh yang berasal dari pendidikan di
sekolah ini antara lain Andreas Yanengga, (STTB), Peraus Kogoya (SABL), Nick
Yigibalom (STTB), Wesyo Kogoya (STTB), Yunus Kogoya (STTB), Tue Kogoya (SABL),
Perinus Kogoya (STTB), Sebena Kogoya, (STTB), Ariel Wenda (SABI), Permenas
Kogoya (PBH) Lawutaganir Kogoya (PBH), Mililuk Kogoya (PBH), Wurufanggup Kogoya
(PBH), dll.
Gereja juga mempersiapkan
wanita-wanita baptis. Perintis wanita Baptis pertama diantaranya Lisbet Kogoya,
Welena Wenda, Kolapaga Yanengga, Lena Waker, Lisara Wanimbo, Tina Yigibalom,
dkk. Paru kedua wanita baptis yang muncul adalah Penesina Kogoya, Lince Kogoya,
Yatina Kogoya,dll.
Kemudian pendidikan yang mengarah pada
pendidikan umum, pendidikan YPPGI dari tingkat SD-SMP. Autput dari SD-SMP YPPGI
diarahkan kepada pendidikan SPG di Tiom, kemudian dilanjutkan ke UNCEN
Jayaqpura. Tokoh-tokoh yang dipersiapkan gereja pada pendidikan umum ini antara
lain Nikolas Yigibalom, Wellington L.Wenda, Eteme Kogoya, dsb. Nikolas
Yigibalom misalnya pernah menjadi Anggota DPRD Jayawijaya (periode
1960-an-1970-an) dan Bupati Jayawijaya (2005-2009). Wellington L.Wenda
(2004-sekarang) menjadi Bupati di Kabupaten Pegunungan Bintang ibu kota
Oksibil. Wenda berhasil membangun Kabupaten Pegunungan Bintang sampai mendapat
penghargaan tingkat Asean dari Bank of Asia (2007), Penghargaan dari Presiden
RI (2009) dan Penghargaan dari Gubernur Papua (2009). Dan terakhir dari Aliansi
Wartawan Indonesia (AWI). Ia mendapat pengakuan terbaik dalam hal pengelolahan
keuangan daerah dan pemerintahan daerah dari KPK perwakilan Papua selama (tahun
anggaran 2007,2008 dan 2009).
Tokoh mudah lain yang muncul sesudah
tokoh-tokoh di atas hasil dari pendidkan yang diselenggarankan oleh gereja dan
pemerintah. Bersamaan dengan pendidikan yang dikembangkan gereja melalui YPPGI
di wilayah ini! Pada saat yang sama pendidikan SD Inpres dan SMP milik
pemerintah juga dibangun di wilayah ini. Sehingga dalam kurun waktu periode ini
banyak putra-putri dari wilayah Lanny Jaya yang memperoleh pendidikan dan
menjadi tokoh-tokoh dari wilayah ini.
Pada bidang teologi misalnya ada
Yusuf Kogoya, Rony Wanimbo, Luther Wakerkwa, Kaisar Wakerkwa. Angkatan berikutnya
sepertinya Mouri Kogoya, Steve Yan Wenda, Meson Yigibalom, Emaus Kogoya, Umast
Tabuni, Tendien Wenda, dll. Pada pendidikan umum ada Socratez Sofyan Yoman,
yang sekarang menjadi tokoh HAM Papua dan Ketua Umum BPP-PGBP, Befa Yigibalom,
Pene Ifi Kogoya, Doren Wakerkwa, dll.
Sayangnya gereja tidak mendirikan lembaga
pendidikan seperti Universitas Baptis di Papua yang bertujuan untuk mendidik
putra-putri Baptis sekolah disini. Sehingga putra-putri Baptis pada zaman
kepemimpinan Andreas Yanengga pernah mengirim beberapa putra-putri Baptis untuk
menuntut ilmu di Universitas Baptis di Surabaya diantaranya seperti Wenal
Yoman, Hery Wenda, Paulus Yanengga, Lina Kogoya, Yaganogo Yoman, dkk.
Kedepan Apakah perguruan tinggi seperti
Universitas Baptis di daerah ini perlu ada atau tidak sangat tergantung dari
pimpinan gereja dan pemerintah daerah dewasa ini.
3. Kesehatan
Pusat pendidikan kesehatan oleh gereja dibangun
di Pirime. Nama pusat kesehatan itu adalah “Pik Up Memorial Hospital”
Pik Up adalah seorang berkebangsaan Amerika yang telah mendonor uangnya untuk
membangun pusat pelayanan kesehatan di wilayah pelayanan Baptis yang berpusat
di Pirime. Dan telah dibangun sejumlah
poliklinik di beberapa wilayah pelayanan Baptis sebagai sentra pelayanan kepada
umat antara lain Polik Klinik Kwiyawagi, Tingginapaga, Kulia, Tiom, Magi, Danime,
dan tempat lainnya yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Gereja tidak hanya
membangun fasilitas kesehatan tetapi gereja juga mempersiapkan orang asli dari
daerah itu. Namun sayang kehadiran pemerintah Indonesia tidak memfungsikan
sarana kesehatan yang dibangun gereja.
Bidang kesehatan, gereja telah mendidik
anak-anak baptis yang mempunyai kamampuan mengusai bidang kesehatan. Dan
pendidikan yang diberikan hanya melalui pendidikan buta huruf khusus kesehatan.
Kemampuan mereka jauh lebih baik dari pada pendidikan kesehatan dewasa ini.
Diantara anak-anak baptis yang mengusai bidang kesehatan yakni Inggen Wanena,
Piter Wenda, Kendin Wakur, Kendius Tabuni, Nas Kogoya, Ferry Yigibalom,
Gunulewe Yigibalom, Inggen
Wanena, Sem Kogoya, Yabe Yigibalom dan Yohanes Kogoya dan lain-lain. Perlu kita akui disini
bahwa tenaga mereka masih dipake oleh pemerintah sampai dengan sekarang.
E k o n o m i
Bidang ekonomi, perlu diakui bahwa gereja belum
maksimal memberdayakan ekonomi umat sampai dengan hari ini. Karena sampai dengan dewasa ini belum ada
perubahan-perubahan siknifikan untuk semua pelayanan kesejahteraan masyarakat.
Indikator pelayanan ekonomi yang tidak berjalan
adalah sebagai berikut: tidak adanya kebebasan financial/keuangan. Hal itu
terlihat dari kehidupan ekonomi masyarakat yang masih tergantung pada
hasil-hasil bumi. Hasil bumi yang dijual dan dijadikan uang, ternyata uang
tersebut hanya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Belum adanya kesadaran
menabung, belum adanya kesadaran keuangan hari tua, belum dapat diatur keungan
keluarga secara mandiri dan profesional. Baik kelompok PNS/TNI POLRI dan
masyarakat yang sebagian besar adalah petani belum secara maksimal
mempersiapkan mereka dalam hal ini sejak 1956-2007. Hal ini harus diakui oleh
Misionaris, dan kader anak baptis dewasa ini.
Belum tersedianya perumahan yang layak huni,
masyarakat sebagian besar mempunyai rumah tradisional. Kecuali pembangunan
tempat ibadah yang merupakan swadaya masyarakat. Namun tidak diimbangi dengan
perumahan masyarakat yang layak huni. Hal ini tidak mengurangi perumahan
tradisional. Paling tidak ada pola pembangunan perumahan ala orang Lani atau
lainnya dengan mengikuti perubahan moderenisasi tanpa menghilangkan nilai-nilai
budaya asli dalam pembangunan perumahan. Ada banyak kader baptis yang menjadi
pejabat masih tidak menyadari hal ini, mereka justru berkiplat ke Toraja,
Sulawesi dan Jawa dalam membangun perumahan mereka.
Belum ada fakus usaha mandiri atau pengusaha,
wiraswasta yang berhasil dalam dunia bisnis. Berarti baik gereja maupun
pemerintah belum maksimal bekerja mendorong putra-putri dari daerah ini untuk
menjadi bisnismen atau bisniswomen
yang sukses memasuki ½ abad gereja Baptis di tanah Papua.
Infrastruktur
Patut diberikan penghargaan yang
setulus-tulusnya bahwa gereja telah membuka isolasi masyarkat dengan membuka
lapangan udara di setiap wilayah pelayanan gereja misalnya lapangan terbang
Danime, Magi, Pirime, Tiom, Kwiyawagi, dan daerah lain adalah upaya misinoaris
Baptis bersama MAF. Dari sinilah pelayanan ke daerah-daerah, menghubungkan Ibu
kota kabupaten, dan provinsi. Sehingga pelayanan pemerintah kepada masyarakat
maupun pelayanan gereja kepada umat sampai hari ini dapat dilayani dengan baik.
Manajemen Keuangan Dan Asset
Sejak misi ABMS membangun gereja Tuhan ini
fokus utama mereka adalah pada pelayanan penginjilan. Bagaimana orang Lani dan
orang Papua lainnya bisa dapat mengenal Injil itu. Karena itu fokus utama
mereka pada pelayanan penginjilan dan mengabaikan pelayanan yang lainnya.
Ketika kepemimpinan/kewenangan diberikan kepada
orang asli Papua dari misi ABMS. Misi ABMS tidak mempersiapkan sumber daya manusia dengan
baik, khususnya dalam hal managemen administrasi dan managemen keuangan. Disisi
yang lain kewenangan itu diberikan seketika orang Lani bersama ABMS hanya
sembilan tahun. Kemudian ABMS tetap bersama orang Lani hanya kewenangan
pelayanan pada gereja terbatas.
Selama empat kepemimpinan sinode pertama
kepemimpinan pada waktu itu masih sangat sederhana. Namun sejak 1975-1990
disini dipimpin oleh Pdt.Joseph Kaya
Karetji, MA. Disini patut kita akui beberapa kemajuan yang telah dilakkukannya
seperti membangun STT Baptis Jayapura. Dan meletakan pondasi pelayanan di
wilayah pantai. Namun perlu dikritisi disini kepemimpinan ini masih sangat
lemah jika kita lihat tidak ada asset bagi gereja baptis seperti hanynya
aset yang dimiliki gereja Kingmi Papua dan GIDI. Manajemen pelayanan GIDI dan
Kemah Injil secara organisasi matang sekali. Sementara pada gereja baptis pada
zaman ini sangat kita harapkan ada asset yang dibangun seperti beli tanah, Kantor BPP-PGBP, Perumahan Staf BPP-PGBP, dan
lain-lain. Dan juga ada dana abadi pada kantor sinode Baptis. Namun sayang
semua itu baru sedang kita bayangkan sekarang untuk dilakukan dikemudian hari
dengan cost yang tinggi tetapi jika itu dipikirkan pada waktu itu costnya
sangat rendah gereja mempunyai asset yang banyak. Sehingga dalam
kepemimpinan Yanengga maupun kepemimpinan Yoman, mengalami kendala yang cukup
berat atau mewarisi kesalahan masa lalu.
Semoga Bupati definitive memperhatikan
permasalahan yang dikemukanan disini, khususnya pada bidang Ekonomi dan
Pengelolahan Keuangan, pemberdayaan pendidikan, dsb.
Penulis: Wakil Direktur Dewan Pimpinan
Pusat Lembaga Intelektual Tanah Papua (LITP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar