Written by Bintang papua |
Wednesday, 06 July 2011 19:00 |
Dari Pembukaan Konferensi Papua Tanah DamaiSeperti dijadwalkan sebelumnya, Konferensi Perdamaian Papua (KPP) yang digelar atas Prakarsa Jaringan Damai Papua (JDP) bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), secara resmi dibuka Selasa (5/7) di Auditorium Uncen. Acara ini menghadirkan Menkopolhukan Djoko Suyanto sebagai pembicara utama (Keynot Speaker) dan delapan pembicara dari sejumlah stakholder yang ada di Papua.Apa saja yang terungkap? Laporan Jainuri, Bintang Papua Hal menonjol yang terungkap, adalah para peserta sepakat bahwa dialog sebagai satu cara terbaik dalam menyelesaikan masalah Papua secara baik dan bermartabat. Namun demikian, konsep dialog yang diinginkan, apakah dialog internal orang Papua, dialog antara orang Papua dengan Pendatang di Papua, atau dialog antara Pemerintah dengan Orang Papua secara internal, atau dialog antara ornag Papua dengan Pemerintah Pusat yang difasilitasi pihak netral seperti antara Pemerintah Pusat dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), masih tampak perbedaan diantara pembicara yang dihadirkan. Sekedar diketahui, selain Menkopolhukam yang datang ke Papua khusus untuk menghadiri KPP, pembicara yang diminta memberikan persepsinya tentang Papua Zona Damai antara lain, Gubernur Papua, Kapolda Papua, Pangdam XVII/Cenderawasih yang diwakili Kasdam, Uskup Papua, Majelis Muslim Papua, Ketua PGBP (Persekutuan Gereja-Gereja Baptis papua) dan DAP (Dewan Aadat Papua). Djoko Suyanto dalam materinya mengungkapkan bahwa langkah penyelesaian satu perbedaan pandangan, perbedaan ideologi, hendaknya tidak diselesaikan dengan kekerasan yang menimbulkan perpecahan dan permusuhan. “Penyelesaian tanpa kekerasan (dialog), adalah roh demokrasi yang dapat menyatukan perbendaan,” tandasnya saat memberikan materi sebagai pembicara utama dalam KKP yang dijadwalkan berlangsung tiga hari (5 – 7 Juli). Demokrasi yang bergulir sejak reformasi Tahun 2008, menurut Djoko Suyanto, sampai sat ini Indonesia mengalami proses transformasi demokrasi. “Di era reformasi selama yang sudah berlangsung selama 10 tahun ini, setiap aspirasi sangat diberi peluang, dan dijamin undang-undang,” lanjutnya. Namun demikian, dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi, harus ditempuh dengan cara-cara yang tidak melanggar peraturan yang ada. “Akan tetapi dalam menyempaikan aspirasi, hendaknya disertasi dengan adab,” harapnya. Dalam hal ini, hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan hak-hak orang lain yang juga memiliki hak yang sama. Yakni dilaksanakan dengan aman, damai dan tidak mengangu kepentingan orang lain. Sementara itu, Gubernur Papua Barnabas Suebu, lebih tegas menyatakan bahwa dialog adalah cara terbaik untuk menyelesaikan setiap konflik. “Sejarah Papua yang penuh konflik, baik konflik yang muncul secara alamiah maupun yang dicipkatan, Papua yang penuh karakter,” ungkapnya. Permasalah yang timbul, menurut Bas, dikatakan sebagai sebuah paradok. “Pada satu sisi dunia birokrasi berpesta pora dengan uang Otsus, tapi disisi lain, rakyatnya hidup miskin dan menjerit. Papua yang penuh paradok yang pada satu sisi sebagai satu kekuatan, tapi di sisi lain kita terpecah belah sehingga kita menjadi lemah. Inilah paradok konflik horisontal, konflik sosial yang terjadi di masyarakat,” urainya. Tentang bagaimana kondisi yang tidak menguntungkan bisa diatasi, menurut Bas, hanya bisa diselesaiakn dengan dialog. “Kita tidak harus menangisi persoalan ini, kita harus duduk bersama-sama untuk mencari solusi, jalan keluar bersama untuk perdamaian yang sejati. Untuk kesejahteraan, keadilan untuk semua,” jelasnya. Dialog tersebut, menurutnya juga ada dalam akara budaya orang Papua. “Dialog adalah jalan terbaik, jalan bermartabat, jalan yang menghindarkan kita dari pengorbanan-pengorbanan yang tidak perlu. Dan forum ini forum dialog. Karena itu kita akan mencari kriteria-keriteria yang terbaik, ukuran-ukuran yang terbaik, untuk menyelesaiakn konflik yang sementara ini masih ada,” tegasnya. Pendapat senada diungkapkan Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto, Kasdam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI Indra Hidayat R, yang memberikan persepsinya tentang Papua Damai dalam sesi pertama. Sesia ke dua, panitia konferensi memberikan kesempatan kepada unsur agama, yakni Uskup Papua Leo Labaladjar, perwakilan dari Majelis Muslim Papua Tony Wanggai, yang memaparkan pendapatnya tentang Papua damai dari sisi agama. Yang intinya adalah damai adalah universal. Dalam sesi ke tiga, konferensi berlangsung lebih riuh, karena dalam sesi tersebut ditampilkan Pdt. Socrates S Yoman (ketua Umum PGBP) dan dari DAP Forkorus Yoboisembut. Yang mana, dalam sejumalh statemennya sering disambut tepuk tangan tanda mendukung apa yang disampaikan. Socrates dalam kesempatan tersebut memaparkan permasalahan utama dan mendasar di Papua. “Saya memberi apresiasi dengan apa yang disampaikan Bapak Kapolda Bekto Suprapto, salah satu identifikasi permasalahan di Papua, adalah perbedaan pandangan tentang integrasi Papua ke dalam NKRI, antara Pemerintah Pusat dengan orang Papua. Itu akar permasalahannya,” tegasnya. Dikatakan, jalan penyelesaian maslaah tersebut adalah dialog antara Pemerintah RI dengan orang Papua, dengan dimediasi pihak ketiga yang lebih netral. “Dalam dialog itu tidak boleh ada pembicaraan Papua merdeka, juga tidak boleh bicara Papua dalam NKRI. Kita buang status itu dulu,” ungkapnya yang juga menyatakan bahwa hal itu sama dengan apa yang telah ditempuh Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) beberpa waktu lalu. Muncul Demo di Tengan Konferensi Di tengah-tengah pelaksanaan konferensi, muncul aksi demo dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang menyatakan penolakannya atas pelaksanaan konferensi. Hal itu karena dinilai tidak mengakomodir seluruh komponen orang asli Papua. Setelah Socrates S Yoman menemui dan menyatakan dukungannya atas aspirasi yang dibawa sekitar 50 orang massa tersebut, serta berjanji menyampaikan apa yang menjadi aspirasinya, pendemo akhirnya membubarkan diri secara tertib.** (lo3) |
all of us do not have equal talent, but all of us should have equal opportunity to develop our talents (John F. Kennedy speech 1963)
Rabu, 13 Juli 2011
Sepakat Dialog Cara Terbaik, Tuntaskan Masalah Papua
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar