KEPEMIMPINAN NASIONAL PAPUA BERSAMA
PANITIA MENGUMUMKAN AGENDA KONGRES RAKYAT PAPUA III
PADA JAM 11.00 WPB DI KANTOR DAP
Monday, 22 August 2011 at 01:37
TIM KERJA REKONSILIASI NASIONAL
RAKYAT PAPUA BARAT
Sekretariat: Jln Victoria – Jayapura
– Papua; E-mail: kbp.papua@yahoo.com ;
Mobile Phone:
081248723807/081344481799
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Siaran
Pers
No:
01-SP/TKRNRPB/VIII/2011
Prolog
Sebelum kami masuk dalam
isi Siaran Pers yang akan disampaikan kepada saudara-saudara wartawan yang kami
kasihi dan hormati, kami ingin sekali mengawali dengan menyampaikan beberapa
penghormatan dan pengahargaan kami kepada beberapa pihak, terutama Pemerintah
Pusat dan sejumlah pihak di daerah yang telah memeberikan respon posistif
terhadap semua proses demokrasi yang dibangun oleh rakyat Papua dalam
memperjuangkan hak-hak dasar dan hak-hak demokrasi rakyat Papua.
Pertama-tama, kami ingin
menyampaikan rasa hormat dan penghargaan kami kepada
Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) , yang
juga sebagai panglima tertinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan POLRI atas
semua dukungan dan sikap keterbukaan dalam membangun demokrasi di Indonesia.
Secara khusus untuk Papua, kami begitu menghormati bapak Susilo Bambang
Yudhoyono atas semua perhatian yang begitu besar dan berbagai kebijakan
yang sudah diambil secara demokratis dalam rangka menyelesaikan berbagai
permasalahan di Papua dan berkomitmen kuat untuk mendorong berbagai
perubahan yang lebih cepat di Papua guna mempercepat kemajuan dan
kesejahteraan rakyat Papua, terutama orang asli Papua, terlebih dalam
menegakkan Hak-Hak Dasar orang asli Papua, termasuk hak politiknya.
Kami mencatat beberapa langkah
penanganan Papua yang diperintahkan oleh Bapak Presiden yang sudah
mencerminkan langkah-langkah demokrasi. Walaupun belum ada hasil yang
nyata dari semua kebijakan itu, namun setidaknya rakyat Papua melihat bahwa di
alam reformasi ini Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono sedikit telah berupaya
untuk mendorong semua sikap demokrasi yang dibangun oleh Presiden Gus Dur
yang telah menghiormati semua hak-hak politik rakyat Papua yang mengembalikan
nama Papua mengijinkan Kongres II Rakyat Papua dan mengijinkan pengibaran
Bendera Bintang Fajar. Semua upaya kongkrit ini telah dilihat dan
dicermati seluruh rakyat Papua, sehingga dalam dua kali pemilihan presiden,
rakyat Papua tetap memberikan dukungan suara yang besar kepada Bapak Susilo
Bambang Yudhoyono untuk tetap menjadi kepala Pemerintahan di Indonesia.
Atas dasar ketulusan hati dan
kejujuran hati yang didasarkan pada jiwa demokrasi yang tertanam kuat dalam
sanubari Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, kami masih tetap percaya bahwa
Bapak juga akan tetap mendukung proses-proses demokrasi yang sedang berkembang
di Papua. Dalam pidato Bapak Presiden menjelang kemerdekaan RI ke 66,
kami juga masih melihat komitmen yang kuat dari terhadap masyarakat di
Papua. Dan dalam hubungan itu juga kami percaya bahwa Bapak
Presiden dan semua aparat di pusat dan di daerah dalam semangat membangun
kehidupan demokrasi yang lebih berkembang di Indonesia, akan memberikan ruang
kepada rakyat Papua untuk menyuarakan aspirasi, termasuk ruang
untuk membangun dialog antara rakyat Papua, melalui Kongres Rakyat Papua III
dan juga dialog antara Jakarta dan Papua untuk menyelesaikan berbagai persoalan
di Papua secara bermartabat dan mendepankan proses-proses demokrasi.
Isi
Sejarah dan pengalaman hidup masa
lalu dapat menentukan hidup pada masa kini dan juga menjadi bagian hidup masa
kini; aktifitas pada masa kini akan menentukan hidup masa depan. Belajarlah
dari sejarah dan pengalaman hidup masa lalu, karena dialah guru sejati;
patuhilah petunjuk-petunjuknya, karena dialah kompas hidup; petiklah apapun
maknanya karena dialah pedoman hidup; siasatilah hidup masa depan, karena
dialah misteri tetapi dinamis.
Tak ada pijakan hidup, jika kita
abaikan sejarah dan pengalaman hidup masa lalu; tak ada arah hidup, jika kita
abaikan masa depan. Singkat kata, sejarah dan pengalaman hidup masa lalu,
menentukan masa kini; aktifitas hidup masa kini, akan menentukan masa depan.
Itulah hidup. Aktifitas hidup adalah sejarah. Sejarah adalah aktifitas. Orang
yang beraktifitas sedang mengukir sejarah; entah sejarah pribadi, golongan atau
bangsa.
Rakyat pribumi Papua memiliki
segudang pengalaman hidup. Segudang pengalaman hidup itu dikelompokkan ke dalam
dua fase besar, yakni: fase pertama, segudang pengalaman hidup sebelum kontak
dengan dunia luar; dan fase kedua, segudang pengalaman hidup setelah kontak
dengan dunia luar. Masing-masing fase tentu memiliki makna dan nilai
tersendiri. Fase pertama, rakyat pribumi Papua memandangnya sebagai hidup dalam
“surga dunia”. Walaupun ada konflik di antara sesama suku atau antar suku,
namun ada aturan dan tata cara penyelesaian. Ada norma-norma yang harus ditaati
dan diamalkan. Norma-norma itu menjamin kelangsungan hidup masyarakat pribumi
di fase pertama; semua individu harus dan wajib menghormati dan mematuhi
norma-norma yang ada. Norma-norma itu memungkinkan terjadinya relasi antara
sesama manusia, alam lingkungan dan Yang Transenden (Ilahi), maka kehormanisan
hidup itu terjamin dan terjaga.
Ketika rakyat pribumi Papua memasuki
fase kedua, yakni kontak dengan dunia luar, maka secara drastis “Surga Dunia”
itu berubah menjadi “neraka dunia”. Perubahan drastis dari “surga dunia”
ke “neraka dunia” dibagi lagi ke dalam beberapa episode, yakni: pertama,
dijaman kolonial, termasuk Belanda; kedua, di jaman neokolonial Indonesia.
Episode pertama ini diawali dengan masuknya Agama. Penyebaran Agama disertai
juga dengan masuknya penguasa Belanda untuk menguasai Tanah Papua. Tentu
di episode ini memiliki makna dan nilai tersendiri. Lebih khusus, Penguasa
Belanda walaupun ada tekanan terhadap rakyat pribumi, namun tekanan itu
berangsur-angsur turun dan diganti dengan pendekatan budaya dan pelayanan
publik yang amat menyentuh dan memajukan rakyat pribumi Papua saat itu.
Dispilin hidup yang amat tinggi yang diteladankan kepada masyarakat pribumi
Papua saat itu, mengorbitkan pemimpin-pemimpin Papua yang sangat handal dan
berwibawa. Tindakan pemberdayaan masyarakat asli Papua oleh penguasa Belanda
berpuncak pada penyiapan perangkat Negara Papua Barat yang diawali dengan
pembentukan New Guine Raad, yang selanjutkan melahirkan manifesto
politik oleh Komite Nasional Papua (KNP) dalam Kongres Rakyat Papua I pada
tanggal 19 Oktober 1961 di Hollandia (kini) Jayapura; selanjutkan didaftarkan
ke dalam Staad Blad (Peraturan Pemerintah Belanda) dan diumumkan secara resmi
pada tanggal 1 Desember 1961. Namun, stengah de jure Kemerdekaan
Kedaulatan Papua digagalkan oleh Negara Indonesia melalui TRIKORA yang
dikeluarkan oleh presiden RI (Soekarno) pada tanggal 19 Desember 1961.
Ketika rakyat pribumi Papua
dipaksakan masuk ke dalam NKRI, keadaan rakyat pribumi Papua mengalami
perubahan total. Multi krisis melanda rakyat pribumi Papua. Rakyat
pribumi digiring ke dalam “Neraka Dunia” yang amat menyengsarakan. Sejarah
pencaplokan kemerdekaan kedaulatan Papua melalui infansi militer dan politik,
adalah masalah mendasar yang melahirkan dua masalah berikutnya, yakni
pelanggaran HAM yang kini menuju ke pemusnahan etnis secara perlahan-lahan; dan
ketidak-adilan dalam perbagai dimensi kehidupan (pembangunan) yang melahirkan
diskriminasi rasial.
Ketika ruang reformasi
bergulir di Indonesia bersamaan dengan penggulingan sang diktator “presiden
Soeharto”, disaat yang bersamaan pula rakyat pribumi Papua mendapatkan ruang
untuk menyampaikan aspirasi politiknya yang dikekang bertahun-tahun lamanya.
Akumalasi aspirasi rakyat pribumi Papua itu berpuncak pada temu akbar rakyat
pribumi Papua, yang disebut: Kongres Rakyat Papua II yang digelar antara
tanggal 29 Mei s/d 4 Juni 2000 di GOR Cenderwasih Jayapura. Dalam momentum
itu rakyat pribumi Papua melahirkan beberapa hal terpenting untuk menata masa
depan rakyat pribumi Papua.
Namun, akumulasi kebangkitan rakyat
Papua itu ditanggapi dan dijawab oleh Negara Indonesia dengan memberikan
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua.
Ketika UU OTSUS Papua diterapkan, rakyat pribumi Papua melakukan gelombang aksi
menolak paket politik itu, namun Negara Indonesia memaksakan paket politik itu
diberlakukan di tanah Papua. Untuk memuluskan paket politik UU OTSUS Papua,
maka pemimpin tertinggi rakyat pribumi Papua, mendiang Alh. Theys Hiyo Eluai
diculik dan dibunuh karena beliau secara resmi menyatakan sikap PDP yang
diambil pada bulan Oktober 2001 tentang penolakan Paket politik NKRI “UU OTSUS
Papua”.
Negara Indonesia berniat untuk
membangun Papua dalam dan melalui UU OTSUS Papua, namun ternyata di era OTSUS
Papua selama 10 tahun pemerintah belum mampu mengangkat harkat dan martabat
orang asli Papua. Belum adanya pemberdayaan, keberpihakan dan perlindungan
terhadap hak-hak dasar orang asli Papua di era OTSUS Papua. Maka rakyat Papua
berpendapat bahwa UU OTSUS Papua diterapkan hanya untuk meredam aspirasi
politik Papua Merdeka & memperpanjang penindasan.
Dalam semangat membangun masa
depan rakyat Papua yang lebih baik, alias mengembalikan “Surga Dunia” yang
terhilang, maka rakyat di Tanah Papua berencana melakukan temu akbar untuk
membahas berbagai masalah yang sudah dan sedang terjadi di Tanah Papua,
sekaligus merumuskan format masa depan pembangunan di Tanah Papua yang lebih
tepat dan terarah. Temu akbar rakyat Papua akan dilaksanakan melalui
“KONGRES RAKYAT PAPUA III”. Temu akbar ini diharapkan dapat menjadi ‘wahana’
bagi rakyat di Tanah Papua untuk mengemukakan gagasan, pendapat dan pandangan mereka
tentang pembangunan di Tanah Papua di masa yang akan datang. Partisipasi rakyat
di Tanah Papua di dalam merumuskan masa depan pembangunan di Tanah Papua, akan
memberikan harapan baru bagi pembangunan di Tanah Papua, lebih khusus dalam
perlindungan, keberpihakan dan pemberdayaan orang asli Papua dalam segala
bidang kehidupan agar orang asli Papua menjadi tuan dinegeri-nya sendiri.
Kongres Rakyat Papua III (KRP III)
adalah bagian dari proses demokratisasi di Indonesia dan itu dijamin oleh Hukum
Internasional dan Konstitusi Negara Indonesia. Kongres Rakyat Papua III juga
ditempatkan sebagai pemenuhan Hak Asasi Manusia. Dalam hukum HAM, negara c.q.
pemerintah mempunyai kedudukan sebagai pemangku kewajiban. Kewajiban yang
diemban negara terdiri atas tiga bentuk, yaitu menghormati, melindungi dan
memenuhi. Kewajiban untuk menghormati adalah kewajiban Negara untuk menahan
diri untuk tidak melakukan intervensi. Kewajiban untuk memenuhi adalah
kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administratif,
yudisial, dan praktis, yang perlu untuk menjamin pelaksanaan HAM. Kewajiban
Negara untuk melindungi adalah kewajiban untuk melindungi hak, dalam hal ini
kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan Negara.`
Dengan ini, kami menyatakan dan
menyeruhkan bahwa:
1.
Rakyat Papua di Tanah Papua segera
konsolidasi bersatu dan bersiap-siap untuk menggelar Temu Akbar, yakni “Kongres
Rakyat Papua III pada tanggal 16 – 19 Oktober 2011 di Jayapura, di bawah Thema:
“Mari Kita Menegakkan Hak-Hak Dasar
Orang Asli Papua Di Masa Kini Dan Masa Depan”, Dengan Sub Thema “Membangun Pemahaman Secara Jujur, Adil,
Dan Menyeluruh Demi Penegakan Hak-Hak Dasar Orang Asli Papua, Termasuk Hak
Politik Di Masa Depan Yang Lebih Baik, Maju, Adil, Demokratis, Aman, Damai,
Sejahtera Dan Bermartabat”.
2.
Dalam rangka Kongres Rakyat Papua
III, Panitia Pelaksana akan bertemu dengan Presiden Republik Indonesia guna
menyampaikan secara resmi tentang pelaksanaan Temu Akbar Kongres Rakyat Papua
III, untuk itu, kami meminta DPRP sebagai wakil rakyat Papua untuk mendampingi
dan memfasilitasi Panitia Pelaksana untuk bertemu dengan presiden Republik
Indonesia.
3.
Kami juga mendesak Negara Indonesia
melalui DPR di Tanah Papua untuk segera menindaklanjuti hasil Mubes MRP bersama
orang asli Papua pada 9-10 Juni 2010; dan kami mengingatkan DPR di Tanah Papua
untuk bawah ke dalam mekanisme Dewan Perwakilan Rakyat dan diteruskan ke
Pemerintah Pusat, termasuk merealisasikan janji DPR di Tanah Papua tentang
Bedah Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dengan melibatkan masyarakat di Tanah
Papua dan Pemerintah (pemerintah daerah dan pusat).
Demikian siaran pers ini dibuat
dengan sesunguh-sungguhnya untuk dapat diperhatikan dan dilaksanakan oleh
pihak-pihak terkait.
Jayapura:
Senin, 22 Agustus 201
“Persatuan dan Pemulihan Kita,
Kekuatan Kita”
Panitia Pelaksana
Ketua
SELPIUS
BOBII
Sekretaris
ZAKARIAS HOROTA
Mengetahui:
Kepemimpinan Nasional Papua Barat
·
PDT.
HERMAN AWOM,
STH
·
FORKORUS
YABOISEMBUT, SPD
·
DRS. S. M.
PAIKI
·
EV. EDISON
WAROMI, S.H
·
DRS.
ALBERT
KAILELE
·
ELIESER
AWOM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar