Senin, 22 Agustus 2011

PAPUA SEGERA GELAR KONGRES PAPUA III


KEPEMIMPINAN NASIONAL PAPUA BERSAMA PANITIA MENGUMUMKAN AGENDA KONGRES RAKYAT PAPUA III
PADA JAM 11.00 WPB DI KANTOR DAP
Monday, 22 August 2011 at 01:37
TIM KERJA REKONSILIASI NASIONAL RAKYAT PAPUA BARAT
Sekretariat: Jln Victoria – Jayapura – Papua;  E-mail: kbp.papua@yahoo.com ;
Mobile Phone: 081248723807/081344481799
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Siaran Pers
No: 01-SP/TKRNRPB/VIII/2011
 Prolog
Sebelum kami   masuk dalam isi Siaran Pers yang akan disampaikan kepada saudara-saudara wartawan yang kami kasihi dan hormati, kami ingin sekali mengawali dengan menyampaikan beberapa penghormatan dan pengahargaan kami kepada beberapa pihak, terutama Pemerintah Pusat dan sejumlah pihak di daerah yang telah memeberikan respon posistif terhadap semua proses demokrasi yang dibangun oleh rakyat Papua  dalam memperjuangkan hak-hak dasar dan hak-hak demokrasi rakyat Papua.
Pertama-tama, kami ingin menyampaikan rasa hormat  dan   penghargaan kami kepada  Presiden Republik Indonesia,  Bapak Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) , yang juga sebagai panglima tertinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan POLRI atas semua dukungan dan sikap keterbukaan dalam membangun demokrasi di Indonesia.  Secara khusus untuk Papua, kami begitu menghormati bapak Susilo Bambang Yudhoyono atas semua perhatian yang begitu besar dan berbagai kebijakan yang  sudah diambil secara demokratis dalam rangka menyelesaikan berbagai permasalahan di Papua dan berkomitmen kuat untuk  mendorong berbagai perubahan yang lebih cepat di Papua guna mempercepat  kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua, terutama orang asli Papua, terlebih dalam menegakkan Hak-Hak Dasar orang asli Papua, termasuk hak politiknya.
Kami mencatat beberapa langkah penanganan Papua  yang diperintahkan oleh Bapak Presiden yang sudah mencerminkan langkah-langkah demokrasi.  Walaupun belum ada hasil yang nyata dari semua kebijakan itu, namun setidaknya rakyat Papua melihat bahwa di alam reformasi ini Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono sedikit telah berupaya untuk mendorong semua sikap demokrasi yang dibangun oleh Presiden Gus Dur  yang telah menghiormati semua hak-hak politik rakyat Papua yang mengembalikan nama Papua mengijinkan Kongres II Rakyat Papua dan mengijinkan pengibaran Bendera Bintang Fajar.   Semua upaya kongkrit ini telah dilihat dan dicermati seluruh rakyat Papua, sehingga dalam dua kali pemilihan presiden, rakyat Papua tetap memberikan dukungan suara yang besar kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono untuk tetap menjadi kepala Pemerintahan di Indonesia.
Atas dasar ketulusan hati dan kejujuran hati yang didasarkan pada jiwa demokrasi yang tertanam kuat dalam sanubari Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, kami masih tetap percaya bahwa  Bapak juga akan tetap mendukung proses-proses demokrasi yang sedang berkembang di Papua.  Dalam pidato Bapak Presiden menjelang kemerdekaan RI ke 66, kami juga masih melihat komitmen yang kuat dari terhadap masyarakat di Papua.  Dan dalam hubungan itu juga kami percaya bahwa  Bapak Presiden dan semua aparat di pusat dan di daerah dalam semangat membangun kehidupan demokrasi yang lebih berkembang di Indonesia, akan memberikan ruang kepada rakyat Papua untuk menyuarakan aspirasi,   termasuk ruang untuk membangun dialog antara rakyat Papua, melalui Kongres Rakyat Papua III dan juga dialog antara Jakarta dan Papua untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Papua secara bermartabat dan mendepankan proses-proses demokrasi.
Isi
Sejarah dan pengalaman hidup masa lalu dapat menentukan hidup pada masa kini dan juga menjadi bagian hidup masa kini; aktifitas pada masa kini akan menentukan hidup masa depan. Belajarlah dari sejarah dan pengalaman hidup masa lalu, karena dialah guru sejati; patuhilah petunjuk-petunjuknya, karena dialah kompas hidup; petiklah apapun maknanya karena dialah pedoman hidup; siasatilah hidup masa depan, karena dialah misteri tetapi dinamis.
Tak ada pijakan hidup, jika kita abaikan sejarah dan pengalaman hidup masa lalu; tak ada arah hidup, jika kita abaikan masa depan. Singkat kata, sejarah dan pengalaman hidup masa lalu, menentukan masa kini; aktifitas hidup masa kini, akan menentukan masa depan. Itulah hidup. Aktifitas hidup adalah sejarah. Sejarah adalah aktifitas. Orang yang beraktifitas sedang mengukir sejarah; entah sejarah pribadi, golongan atau bangsa.
Rakyat pribumi Papua memiliki segudang pengalaman hidup. Segudang pengalaman hidup itu dikelompokkan ke dalam dua fase besar, yakni: fase pertama, segudang pengalaman hidup sebelum kontak dengan dunia luar; dan fase kedua, segudang pengalaman hidup setelah kontak dengan dunia luar. Masing-masing fase tentu memiliki makna dan nilai tersendiri. Fase pertama, rakyat pribumi Papua memandangnya sebagai hidup dalam “surga dunia”. Walaupun ada konflik di antara sesama suku atau antar suku, namun ada aturan dan tata cara penyelesaian. Ada norma-norma yang harus ditaati dan diamalkan. Norma-norma itu menjamin kelangsungan hidup masyarakat pribumi di fase pertama; semua individu harus dan wajib menghormati dan mematuhi norma-norma yang ada. Norma-norma itu memungkinkan terjadinya relasi antara sesama manusia, alam lingkungan dan Yang Transenden (Ilahi), maka kehormanisan hidup itu terjamin dan terjaga.
Ketika rakyat pribumi Papua memasuki fase kedua, yakni kontak dengan dunia luar, maka secara drastis “Surga Dunia” itu berubah menjadi “neraka dunia”.  Perubahan drastis dari “surga dunia” ke “neraka dunia” dibagi lagi ke dalam beberapa episode, yakni: pertama, dijaman kolonial, termasuk Belanda; kedua, di jaman neokolonial Indonesia. Episode pertama ini diawali dengan masuknya Agama. Penyebaran Agama disertai juga dengan masuknya penguasa Belanda untuk menguasai Tanah Papua.  Tentu di episode ini memiliki makna dan nilai tersendiri. Lebih khusus, Penguasa Belanda walaupun ada tekanan terhadap rakyat pribumi, namun tekanan itu berangsur-angsur turun dan diganti dengan pendekatan budaya dan pelayanan publik yang amat menyentuh dan memajukan rakyat pribumi Papua saat itu. Dispilin hidup yang amat tinggi yang diteladankan kepada masyarakat pribumi Papua saat itu, mengorbitkan pemimpin-pemimpin Papua yang sangat handal dan berwibawa. Tindakan pemberdayaan masyarakat asli Papua oleh penguasa Belanda berpuncak pada penyiapan perangkat Negara Papua Barat yang diawali dengan pembentukan New Guine Raad, yang selanjutkan melahirkan manifesto politik oleh Komite Nasional Papua (KNP) dalam Kongres Rakyat Papua I pada tanggal 19 Oktober 1961 di Hollandia (kini) Jayapura; selanjutkan didaftarkan ke dalam Staad Blad (Peraturan Pemerintah Belanda) dan diumumkan secara resmi pada tanggal 1 Desember 1961.  Namun, stengah de jure Kemerdekaan Kedaulatan Papua digagalkan oleh Negara Indonesia melalui TRIKORA yang dikeluarkan oleh presiden RI (Soekarno) pada tanggal 19 Desember 1961.
Ketika rakyat pribumi Papua dipaksakan masuk ke dalam NKRI, keadaan rakyat pribumi Papua mengalami perubahan total. Multi krisis melanda rakyat pribumi Papua.  Rakyat pribumi digiring ke dalam “Neraka Dunia” yang amat menyengsarakan. Sejarah pencaplokan kemerdekaan kedaulatan Papua melalui infansi militer dan politik, adalah masalah mendasar yang melahirkan dua masalah berikutnya, yakni pelanggaran HAM yang kini menuju ke pemusnahan etnis secara perlahan-lahan; dan ketidak-adilan dalam perbagai dimensi kehidupan (pembangunan) yang melahirkan diskriminasi rasial.
 Ketika ruang reformasi bergulir di Indonesia bersamaan dengan penggulingan sang diktator “presiden Soeharto”, disaat yang bersamaan pula rakyat pribumi Papua mendapatkan ruang untuk menyampaikan aspirasi politiknya yang dikekang bertahun-tahun lamanya. Akumalasi aspirasi rakyat pribumi Papua itu berpuncak pada temu akbar rakyat pribumi Papua, yang disebut: Kongres Rakyat Papua II yang digelar antara tanggal 29 Mei s/d 4 Juni 2000 di GOR Cenderwasih Jayapura.  Dalam momentum itu rakyat pribumi Papua melahirkan beberapa hal terpenting untuk menata masa depan rakyat pribumi Papua.   
Namun, akumulasi kebangkitan rakyat Papua itu ditanggapi dan dijawab oleh Negara Indonesia dengan memberikan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua. Ketika UU OTSUS Papua diterapkan, rakyat pribumi Papua melakukan gelombang aksi menolak paket politik itu, namun Negara Indonesia memaksakan paket politik itu diberlakukan di tanah Papua. Untuk memuluskan paket politik UU OTSUS Papua, maka pemimpin tertinggi rakyat pribumi Papua, mendiang Alh. Theys Hiyo Eluai diculik dan dibunuh karena beliau secara resmi menyatakan sikap PDP yang diambil pada bulan Oktober 2001 tentang penolakan Paket politik NKRI “UU OTSUS Papua”.
Negara Indonesia berniat untuk membangun Papua dalam dan melalui UU OTSUS Papua, namun ternyata di era OTSUS Papua selama 10 tahun pemerintah belum mampu mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua. Belum adanya pemberdayaan, keberpihakan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar orang asli Papua di era OTSUS Papua. Maka rakyat Papua berpendapat bahwa UU OTSUS Papua diterapkan hanya untuk meredam aspirasi politik Papua Merdeka & memperpanjang penindasan.
 Dalam semangat membangun masa depan rakyat Papua yang lebih baik, alias mengembalikan “Surga Dunia” yang terhilang, maka rakyat di Tanah Papua berencana melakukan temu akbar untuk membahas berbagai masalah yang sudah dan sedang terjadi di Tanah Papua, sekaligus merumuskan format masa depan pembangunan di Tanah Papua yang lebih tepat dan terarah.  Temu akbar rakyat Papua akan dilaksanakan melalui “KONGRES RAKYAT PAPUA III”. Temu akbar ini diharapkan dapat menjadi ‘wahana’ bagi rakyat di Tanah Papua untuk mengemukakan gagasan, pendapat dan pandangan mereka tentang pembangunan di Tanah Papua di masa yang akan datang. Partisipasi rakyat di Tanah Papua di dalam merumuskan masa depan pembangunan di Tanah Papua, akan memberikan harapan baru bagi pembangunan di Tanah Papua, lebih khusus dalam perlindungan, keberpihakan dan pemberdayaan orang asli Papua dalam segala bidang kehidupan agar orang asli Papua menjadi tuan dinegeri-nya sendiri.  
Kongres Rakyat Papua III (KRP III) adalah bagian dari proses demokratisasi di Indonesia dan itu dijamin oleh Hukum Internasional dan Konstitusi Negara Indonesia. Kongres Rakyat Papua III juga ditempatkan sebagai pemenuhan Hak Asasi Manusia. Dalam hukum HAM, negara c.q. pemerintah mempunyai kedudukan sebagai pemangku kewajiban. Kewajiban yang diemban negara terdiri atas tiga bentuk, yaitu menghormati, melindungi dan memenuhi. Kewajiban untuk menghormati adalah kewajiban Negara untuk menahan diri untuk tidak melakukan intervensi. Kewajiban untuk memenuhi adalah kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, yudisial, dan praktis, yang perlu untuk menjamin pelaksanaan HAM. Kewajiban Negara untuk melindungi adalah kewajiban untuk melindungi hak, dalam hal ini kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan Negara.`
Dengan ini, kami menyatakan dan menyeruhkan bahwa:
1.      Rakyat Papua di Tanah Papua segera konsolidasi bersatu dan bersiap-siap untuk menggelar Temu Akbar, yakni “Kongres Rakyat Papua III pada tanggal 16 – 19 Oktober 2011 di Jayapura, di bawah Thema: “Mari Kita Menegakkan Hak-Hak Dasar Orang Asli Papua Di Masa Kini Dan Masa Depan”, Dengan Sub ThemaMembangun Pemahaman Secara Jujur, Adil, Dan Menyeluruh Demi Penegakan Hak-Hak Dasar Orang Asli Papua, Termasuk Hak Politik Di Masa Depan Yang Lebih Baik, Maju, Adil, Demokratis, Aman, Damai, Sejahtera Dan Bermartabat”.
2.      Dalam rangka Kongres Rakyat Papua III, Panitia Pelaksana akan bertemu dengan Presiden Republik Indonesia guna menyampaikan secara resmi tentang pelaksanaan Temu Akbar Kongres Rakyat Papua III, untuk itu, kami meminta DPRP sebagai wakil rakyat Papua untuk mendampingi dan memfasilitasi Panitia Pelaksana untuk bertemu dengan presiden Republik Indonesia.
3.      Kami juga mendesak Negara Indonesia melalui DPR di Tanah Papua untuk segera menindaklanjuti hasil Mubes MRP bersama orang asli Papua pada 9-10 Juni 2010; dan kami mengingatkan DPR di Tanah Papua untuk bawah ke dalam mekanisme Dewan Perwakilan Rakyat dan diteruskan ke Pemerintah Pusat, termasuk merealisasikan janji DPR di Tanah Papua tentang Bedah Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dengan melibatkan masyarakat di Tanah Papua dan Pemerintah (pemerintah daerah dan pusat).
Demikian siaran pers ini dibuat dengan sesunguh-sungguhnya untuk dapat diperhatikan dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait.
                                                                                   



Jayapura: Senin, 22 Agustus 201
“Persatuan dan Pemulihan Kita, Kekuatan Kita”

Panitia Pelaksana
Ketua     

                                                                          
SELPIUS BOBII                                                              

Sekretaris


ZAKARIAS HOROTA

Mengetahui:
Kepemimpinan Nasional Papua Barat

·         PDT. HERMAN AWOM, STH                                            
·         FORKORUS YABOISEMBUT, SPD
·         DRS. S. M. PAIKI                                                                            
·         EV. EDISON WAROMI, S.H
·         DRS. ALBERT KAILELE                                                                         
·         ELIESER AWOM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar