Sabtu, 20 Agustus 2011 00:01
Socratez & Benny |
Dijelaskan, pada hari yang sama, Senin (1/8/11), sekitar pkl. 04.15 WIT terjadi dua peristiwa di tempat yang berbeda yaitu: di wilayah Angkasapura, Kota Jayapura, terjadi pembacokan terhadap warga sipil bernama Sugiantoro (37) bersama anaknya dan juga ada upaya pembakaran Gedung Universitas Negeri Cenderawasih sekitar pkl. 04.00 WIT tapi upaya itu berhasil digagalkan pihak Kepolisian.
Pada 2 Agustus 2011, bersamaan hari Demonstrasi Rakyat dan Bangsa Papua yang diorganisir oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dalam rangka mendukung Konferensi KTT ILWP di Oxford, Inggris, terjadi penikaman terhadap seorang mahasiswa dari Universitas Sains dan Teknlogi Jayapura (USTJ). Pada media massa dilaporkan bahwa penikaman itu dilakukan oleh massa KNPB, tetapi akhirnya dibantah oleh Mako Tabuni sebagai Koordinator Demo.
Di kampung Abe Pantai, pada tanggal 11 Agustus 2011, mobil yang dibawa oleh Jhon Yoku dan Ety Suebu ditembak oleh Orang Tak Dikenal. Tembakan peluru mengenai bagian depan mobil dan lubang tembakan sebanyak delapan titik.
Pada 12 Agustus 2011 di Kabupaten Tolikara terjadi penembakan yang dilakukan oleh BRIMOB terhadap warga sipil yang bernama Theo Yikwa (23) yang menyebabkan korban mengalami luka serius di bagian betis kaki bagian kiri dan hancur dan tembus ke tulang kering kaki kanan. Peristiwa penembakan ini terjadi pada saat masyarakat Tolikara melakukan demonstrasi untuk menuntut supaya Pemerintah secepatnya melaksanakan Pemilukada Kabupaten Tolikara.
Pada 14 Agustus 2011, dua korban masing-masing, Majack Ick (35) dan Abner Kambu (35) ditemukan tewas karena ditikam oleh Orang Tak Dikenal (OTK). Pada hari yang sama dan di tempat yang sama sebelumnya seorang mahasiswa yang bernama Kelly Gomba ditikam dan melaporkan diri ke Pos Polisi Expo dan korban dibawa ke Rumah Sakit Umum Abepura tapi meninggal dunia karena mengeluarkan banyak darah.
Pada 16 Agustus 2011, ada peristiwa pengibaran bendera Rakyat dan Bangsa Papua Barat, Bintang Kejora, terjadi di pembukitan Tanah Hitam, tepatnya di RT 04/RW 03, Kelurahan Asano, Distrik Abepura, Kota Jayapura. Bendera Kebangsaan rakyat dan Bangsa Papua Barat ini diturunkan oleh aparat Kepolisian dan TNI. Pada 16 Agustus 2011, seorang mahasiswa STAIN semester 5 yang bernama Indra Wahyuni dipanah dibagian punggung kanan hingga tembus pinggang sebelah kiri. Peristiwa ini terjadi pada saat Indra mau melaksanakan Sholat Subuh di salah satu Masjid di Tanah Hitam, Abepura. Menyikapi masalah ini, Forum Komunikasi Himpunan Masyarakat Nusantara (KKHMN) mengeluarkan enam point pernyataan keras dan menyatakan: ”Apabila polisi tidak dapat segera mengungkap modus kejadian-kejadian yang ada maka kami dari komunitas kerukunan masyarakat dari seluruh Indonesia akan melakukan langkah-langkah pengamanan, pembelaan diri dan bila perlu melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan kepada orang yang melakukan terror dan kejahatan kepada masyarakat” (Bintang Papua, Kamis, 18 Agustus 2011, hal.2).
Pada 17 Agustus 2011 di Metro TV, Nick Messet tampil sebagai pembicara dengan menyatakan bahwa Konferensi KTT ILWP di Oxford, Inggris, 2 Agustus 2011 yang dihadiri hanya 15 orang dari 200 orang yang diundang dan tidak berhasil merumuskan rekomendasi-rekomendasi, Dr. John Salford, Akademisi Inggris, penulis buku tentang hasil PEPERA 1969 tidak mendukung referendum, dan terjadi pertengkaran mulut antar peserta. Ini bagian dari provokasi publik yang luar biasa dan Nick Messet sendiri telah menjadi juru bicara kekerasan dan kejahatan kemanusiaan terhadap saudara-saudara di Tanah Papua.
Pada 18 Agustus 2011 terjadi penangkapan terhadap Otto Mayor (22) di depan Pos Polisi Expo Waena pada saat membagikan Undangan Pengumuman Hasil Konferensi KTT ILWP pada 2 Agustus di Oxford dan acara dilaksankan besok 20 Agustus 2011 di Taman Makam Theys Hiyo Eluay dan peristiwa penembakandan penangkapan Demi Asso (22), Nuga Logo (22), Sony Kossay (21), Mono Hisage (21). Pemberitaan di Media Cepos, Pasific Post, Papua Pos dan Bintang Papua bahwa pemuda yang ditangkap adalah perampok. Pemberitaan ini tidak benar tapi yang benar adalah pemuda ini ditembak dan ditangkap karena sedang membagi undangan untuk acara tanggal 20 Agustus 2011 di Taman Makam Theys Hiyo Eluay.
Analisa kritis dari deretan semua peristiwa kekerasan dan kejahatan kemanusiaan ini adalah sebagai berikut.
1. Pembunuhan yang terjadi di Nafri (01/08/11) dengan tujuan untuk menyudutkan dan mendiskreditkan TPN/OPM, dan juga menanamkan benih-benih kebencian dan permusuhan dari teman-teman non supaya tidak ada semangat solidaritas antar teman-teman non Papua, orang asli Papua dan orang-orang Papua gunung. Dan tujuan lain dari peristiwa ini untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa perjuangan rakyat dan bangsa Papua adalah dengan kekerasan dan kejahatan kemanusiaan. Tetapi, pertanyaannya ialah mengapa selama ini, TPN/OPM tidak pernah membunuh penduduk Transmigran yang tinggal bertahun-tahun di dekat-dekat hutan? Walaupun ada pembunuhan, tapi itu dilakukan oleh TPN/OPM yang dibina atau dipelihara oleh Orang Tak Dikenal (OTK) selama ini.
2. Pembunuhan yang terjadi di Buper Waena (14/08/11) yang korban tewas yaitu: Majack Ick, Abner Kambu adalah warga Sorong dan Kelly Gombo adalah warga Wamena. Dari peristiwa ini kita baca dalam media bahwa Kelly Gombo duluan ditikam dan kematian Majack dan Abner adalah balas dendam dari keluarga Kelly Gombo. Tujuan dari peristiwa ini adalah untuk menciptakan konflik antara warga Sorong dan Wamena. Tetapi, Puji Tuhan, penduduk asli Papua dan lebih khusus warga dari Sorong dan Wamena tidak mudah dibodohi dan diprovokasi.
3. Peristiwa pengibaran Bendera Bintang Kejora di perbukitan Abe Gunung (16/08/11) adalah untuk melegitimasi dan memperkuat penambahan pasukan TNI dan meningkatkan Operasi Militer di Tanah Papua untuk mengejar, menangkap dan membunuh dan memusnahkan Penduduk Asli Papua dengan dasar bahwa TPN/OPM masih melakukan perlawanan dengan pengibaran bendera Bintang Kejora.
4. Peristiwa penikaman dengan anak panah atas nama Indra Wahyuni pada saat mau melaksanakan Sholat Subuh di salah satu Mesjid di Tanah hitam adalah isu yang sensitif dan efektif yaitu isu SARA yang dipakai Orang Tak DIkenal (OTK) supaya warga Muslim yang melaksanakan Puasa marah dan melakukan perlawanan kepada orang asli Papua, terutama orang-orang gunung karena alat yang digunakan adalah anak panah, panah dan tombak identik dengan orang-orang gunung.
5. Peristiwa penangkapan atas Otto Mayor (22) di depan Pos Polisi Expo Waena dan penembakan dan dan penangkapan Demi Asso (22), Nuga Logo (22), Sony Kossay (21), Mono Hisage (21) dengan tuduhan para perampok adalah aparat keamanan Indonesia mau menunjukkan kepada masyarakat Papua, rakyat Indonesia dan masyarakat Internasional bahwa perjuangan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) adalah perjuangan dengan pendekatan kekerasan dan kejahatan kemanusiaan.
6. Tujuan lain dari kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang dibuat oleh Orang Tak Dikenal (OTK) ini adalah untuk menggagalkan perjuangan Rakyat Papua untuk dialog damai antara Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua yang dimediasi pihak ketiga yang netral.
Dari analisa kritis ini, Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua menyatakan dan menyerukan:
1. Kami mengutuk keras atas kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab dan tidak mempunyai hati nurani dan kemanusiaan yang mengorban nyawa rakyat sipil.
2. Semua kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Tanah Papua selama ini adalah murni dilakukan oleh TPN/OPM yang dibina dan dipelihara oleh pihak-pihak tangan ketiga yang dikenal dengan Orang Tak Dikenal (OTK). Karena, orang asli Papua bukan Orang Tak Dikenal (OTK) karena penduduk asli Papua pemilik Negeri dan Tanah ini dan sudah dikenal oleh alam, leluhur dan nenek moyang orang asli Papua, sehingga OTK tentu bukan orang Papua?? 3. Pihak aparat Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas di Tanah Papua diharapkan jangan meng-kambinghitam-kan penduduk sipil Papua dan sudah saatnya harus mengungkap pihak ketiga yang membina dan memelihara TPN/OPM binaan.
4. Aparat keamanan TNI dari berbagai Kesatuan yang Organik dan Non-Organik yang bertugas di Tanah Papua diharapkan melaksanakan tugas secara professional dan pendekatan kemanusiaan. Karena, terbongkarnya dokumen Rahasia Kopassus dalam Media Australia, They Age dan The Sydney Morning Herald, yang dilaporkan oleh wartawan Tom Allard adalah bukti kekerasan dan kejahatan Negara terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh aparat TNI di Tanah Papua selama ini.
5. Aparat keamanan TNI dan POLRI harus mengubah paradigma dan juga harus berhenti meng-kambinghitam-kan penduduk asli Papua karena kekerasan dan kejahatan aparat keamanan TNI/POLRI selama ini sangat keterlaluan dan telah melewati batas-batas kemanusiaan dan kewajaran.
6. Kepada seluruh penduduk orang asli Papua dan non-Papua secara bersama-sama menjaga dan membangun semangat solidaritas dan kebersamaan untuk melawan kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab di atas Tanah Papua. Mari kita menjadikan Papua sebagai Tanah kita dan Rumah kita bersama dengan saling menghormati satu sama yang lain.
7. Kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini, Bapak Presiden Republik Indonesia, Hj.Dr. Bambang Susilo Yudoyono, diharapkan jangan terlalu banyak retorika politik tentang masalah Papua tetapi segera menghentikan kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua dengan diadakan dialog damai antara rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia.
8. Pemerintah Indonesia segera membuka akses untuk diplomat asing, pekerja kemanusiaan Internasional dan wartawan asing untuk masuk ke Tanah Papua untuk melihat dan menilai secara langsung kemajuan dan pembangunan dalam Era Otonomi Khusus sejak tahun 2001-2011
9. Pemerintah Amerika Serikat, Pemerintah Belanda dan Negara-Negara Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara moril bertanggungjawab untuk mendesak Pemerintah Indonesia untuk diadakan dialog damai tanpa syarat antara pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua yang dimediasi pihak ketiga yang netral.
10. Solidaritas masyarakat Internasional dari Akademisi, Gereja-gereja dan Organisasi Kemanusiaan segera mendesak Pemerintah Indonesia untuk membuka pintu dialog damai tanpa syarat antara Pemerintah Indonesia dan rakyat Papua yang dimediasi pihak ketiga yang netral. (don/don/l03)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar