Diduga Kasus Hana Hikoyabi Penuh Intrik Jatuhkan Perempuan Papua
JAYAPURA– Kaukus Parlemen Papua di Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) menuding Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi telah salah mengambil keputusan dengan menghentikan Hanna Hikoyabi sebagai calon terpilih Majelis Rakyat Papua (MRP) Periode 2011-2016. Kauskus menduga, kasus Hanna telah disisipi ‘pihak-pihak tertentu’ yang ingin mengambil keuntungan dibalik dicoretnya Hikoyabi. “Kami mendesak Mendagri meninjau kembali keputusan yang telah dibuat, Hanna harus dilantik menjadi anggota Majelis Rakyat Papua,” kata Agustina Basikbasik, Anggota Komisi II DPR RI, juga wakil Kaukus Parlemen kepada Bintang Papua, Senin (30/5). Menurutnya, perempuan Papua telah dilecehkan. Pemerintah juga telah melanggar Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 21 tahun 2001, Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2004 tentang pemilihan MRP serta Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) No 4 Tahun 2010. “Ia telah dipilih menurut aturan, tapi kemudian dia malah dicekal pada saat hendak dilantik, ini ada apa, kami mempertanyakan itu dan meminta Mendagri bertanggung jawab,” ujarnya.Penolakan Hanna menjadi anggota majelis akibat diduga menjadi motor dalam unjuk rasa menentang otonomi khusus dan meminta referendum. Kabar tersebut sempat mencuat selama beberapa pekan sebelum akhirnya Hikoyabi didepak dari daftar calon yang akan dilantik. “Dia perempuan Papua yang punya kepedulian terhadap rakyat, saya kira ia layak menjadi pemimpin. Apa salahnya ia dicoret, seharusnya bila ingin menghilangkan dia, itu dari awal, bukan sudah mau dilantik baru dicoret namanya,” ucap Agustina.
Bekas Asisten II Pemerintah Kabupetan Merauke itu menambahkan, pihaknya telah membuat rekomendasi pada pemerintah agar meninjau kembali masalah Hanna. “Ya kami dari Kaukus tidak mau ini jadi masalah, ia layak jadi pemimpin dan harus dilantik.”
Mendukung kasus Hanna, puluhan perempuan yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Papua Peduli Keadilan (JP3K) sempat menggelar unjuk rasa di Kantor MRP di Kotaraja, Senin (24/5) lalu. Mereka meminta Hanna dilantik sebelum pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MRP periode 2011-2016.
Mereka juga meminta MRP menunda pelaksanaan pemilihan Ketua definitif hingga Hanna Hikoyabi menjadi anggota MRP dari Dapil (daerah pemilihan) I, yakni Kota dan Kabupaten Jayapura. “Ya pemilihan ketua harus menunggu Ibu Hanna dilantik,” kata Koordinator demo, Dolly Yakadewa.
Penolakan atas putusan Mendagri juga datang dari Jaringan Kerja HAM Perempuan Papua. “Kami menilai pemerintah telah sewenang-wenang merampas dan meniadakan hak berpolitik dari perempuan Papua. SBY harus bertanggungjawab disini,” kata Erna Mahuze, Wakil Jaringan Kerja HAM Perempuan Papua.
Menurutnya, keterlibatan perempuan Papua dalam kehidupan politik dan pengambilan keputusan merupakan salah satu hak asasi yang telah diakui konstitusi. “Sehingga negara wajib menjamin dan memberikan akses yang seluas-luasnya bagi perempuan, termasuk kami perempuan Papua. Bukan sebaliknya membuat pelecehan atas itu,” ujarnya.
Selain Hikoyabi, Maria Kambirok dari daerah pemilihan 10 wilayah Boven Digoel dan Frida T Klasin dari Sorong, Raja Ampat, juga mendapat perlakuan tidak manusiawi, didepak setelah sebelumnya terpilih dalam pemilihan lembaga kultur tersebut. “Pemerintah beralasan karena mereka tidak representatif, ini sangat keliru. Ini sama saja dengan bentuk kekerasan terhadap perempuan Papua,” tegasnya.
Jaringan Perempuan menuntut pengembalian hak Hana dan sejumlah wanita lain agar bisa duduk di majelis. “Kita akan melakukan aksi bila wakil kami tidak duduk di MRP.”
Mahuze berpendapat, keputusan menolak Hana Hikoyabi merupakan presenden buruk yang berpotensi menimbulkan budaya takut, memasung dan mengkerdilkan hak setiap warga Papua. “Pemerintah yang berjalan dalam budaya takut hanya akan menjadi lumpuh dan tidak memberi ruang bagi tumbuh kembangnya demokratisasi.”
Sebelumnya 73 anggota MRP periode 2011-2016 dilantik Selasa 12 April lalu. Dua nama yang tidak dicantumkan dalam SK pelantikan oleh Mendagri, Gamawan Fauzi itu adalah Hana Hikoyabi dan alm. Agus Alua (bekas ketua MRP periode sebelumnya).
Hana sendiri merasa dicurangi pemerintah setelah dalam pelantikan tersebut tidak diikutsertakan. “Saya sudah terpilih, tapi kemudian tidak dilantik, ada apa ini,” ucapnya.
Ia memilih menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut. “Saya berharap ada keadilan yang bisa didapatkan perempuan Papua, jangan ada lagi pelanggaran disini,” (jer/don)
http://bintangpapua.com/headline/11225-kaukus-dpr-ri-mendagri-salah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar